Teknologi bisa jadi lebih maju, tetapi itu tidak menjamin bahwa membaca buku akan meningkat di Indonesia. Teknologi sebenarnya menciptakan kecanduan yang mengarah pada kemalasan, termasuk keterampilan membaca.
Ini terjadi karena teknologi berkembang dengan cepat seiring berjalannya waktu. Teknologi canggih yang terus berkembang, membuat orang apatis dalam bersosialisasi dan melek huruf.
Dengan teknologi, seorang anak dapat melakukan segalanya mulai dari bermain game, media sosial, membeli barang secara online dan juga menemukan semua informasi dan berita yang terbaru.
Namun pada kenyataannya banyak orang bahkan lebih malas membaca dan menulis. Bahkan saat ini, budaya literasi dianggap sebagai seminar yang layak tanpa tindakan nyata.
Banyak orang tidak mengerti penggunaan teknologi. Keberadaan ini adalah karena seseorang memiliki kecenderungan untuk tidak memperhatikan waktu ketika mereka pergi bersama dengan teknologi.
Penelitian yang dilakukan oleh Organisasi Pendidikan, Ilmu Pengetahuan dan Kebudayaan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNESCO) pada 2016. Beberapa negara di dunia menunjukkan bahwa kebiasaan membaca di Indonesia tergolong sangat rendah.
Penurunan budaya literasi juga diperburuk oleh hasil studi yang diterbitkan dengan nama "Bangsa-Bangsa Paling Melek Dunia", yang menunjukkan bahwa Indonesia berada di tingkat ke-60, satu tingkat di atas Botswana.
Studi PISA (72) juga menunjukkan bahwa tingkat melek huruf di Indonesia lebih rendah dari 72 negara dibandingkan dengan negara di dunia. Respondennya sekitar 540 ribu anak, rata-rata anak sekolah berusia 15 tahun.
Indonesia sendiri berada di urutan 62 dari 70 negara yang memenuhi kriteria penelitian tersebut. Berdasarkan data ini, Indonesia masih berkinerja lebih baik daripada Brasil, tetapi berada di bawah Jordan. Nilai rata-rata untuk sains adalah 493, juga untuk untuk matematika 490. Nilai bahasa Indonesia untuk sains adalah 403, untuk bacaan 397 dan untuk matematika 386.
Fakta kedua, 60 juta orang di Indonesia rata-rata memiliki gadget. Lembaga riset pemasaran digital, Emarketer, memperkirakan akan ada lebih dari 100 juta pengguna smartphone aktif di Indonesia pada tahun 2018. Dengan jumlah yang begitu besar, Indonesia akan menjadi negara dengan pengguna smartphone aktif terbesar keempat di dunia setelah Cina, India dan Amerika.
Ironisnya, meskipun minat membaca buku rendah, data sosial dari Januari 2017 menunjukkan bahwa orang Indonesia dapat menatap layar gadget selama sekitar 9 jam sehari. Tidak mengherankan bahwa orang Indonesia menempati posisi kelima di dunia dalam hal semangat bermedia sosial.
Berdasarkan penelitian dari Semiocast, sebuah lembaga independen di Paris, kota yang paling banyak disuarakan di dunia maya, termasuk Twitter, yaitu Jakarta. Dapat disimpulkan bahwa masyarakat Indonesia tidak dapat sepenuhnya menggunakan teknologi untuk mencari informasi. Dengan kata lain, minat baca anak Indonesia menurun drastis, meskipun teknologi maju.
Tolak ukur budaya sastra terletak pada membaca dan menulis. Dibandingkan dengan kehidupan orang-orang yang saat ini suka bermain media sosial dan permainan, cukup sulit untuk belajar melek huruf sebagai gaya hidup. Karena banyak orang milenial saat ini lebih menyukai gaya hidup serba cukup dan serba mewah.
Semua orang boleh berlomba untuk mendapatkan teknologi terbaru, tetapi mereka melupakan tentang budaya membaca buku. Budaya literasi yang mana sebenarnya sangat penting untuk menciptakan generasi baru yang haus akan informasi dan pengetahuan.
Sebaliknya terkait dengan negara-negara yang memiliki kualitas pendidikan, terutama dalam hal literasi terbaik di dunia, yaitu Finlandia. Negara ini berada di posisi kedua dalam hal teknologi. Semua aspek kehidupan orang-orang di negara ini secara digital dan amat canggih.
Negara-negara yang paling melek huruf (WMLN) di dunia telah merilis daftar panjang negara-negara dengan klasifikasi melek huruf di seluruh dunia. Penelitian ini dilakukan oleh Jhon W. Miller, presiden Central Connecticut State University, Inggris. Hasil penelitian ini menempatkan Finlandia sebagai negara yang paling melek huruf atau paling maju di dunia.
Program Finlandia untuk mencapai ini adalah menawarkan paket maternity package, termasuk memberi buku kepada orang tua yang memiliki bayi baru. Perpustakaan tersebar di seluruh Finlandia, tidak ada alasan tidak punya waktu untuk membaca.
Selain itu, sekolah-sekolah di Finlandia juga baru dimulai pada usia tujuh tahun dan budaya membaca sudah menjadi turun temurun. Setiap anak diharuskan membaca buku setiap minggu. Tradisi bercerita kepada anak-anak setiap hari. sampai-sampai, program TV dari luarpun hanya diberikan teks terjemahan.
Inisiatif ini dilaksanakan oleh pemerintah untuk meningkatkan budaya membaca. Meskipun kebijakan itu belum membuahkan hasil maksimal, karena kebijakan itu tidak lagi berlaku seiring berjalannya waktu. Dorongan dari sekolah juga dibutuhkan sehingga akan ada efek positif jika program ini dilaksanakan secara teratur.
Langkah-langkah yang dapat diambil untuk mengatasi penurunan semangat membaca di Indonesia juga dapat dilihat melalui referensi dari Finlandia dalam mempromosikan minat baca. Program wajib membaca adalah inovasi untuk membiasakan anak-anak, sehingga mereka mulai terbiasa dengan rutinitas membaca buku dalam waktu tertentu.
Ini tentusaja perlahan akan berdampak pada kenaikan grafik semangat membaca di Indonesia dan tentu saja dapat mempengaruhi kualitas pendidikan.
Budaya literasi tidak bisa kalah dengan pengguna teknologi seperti gadget. Karena masa depan Indonesia tidak ditentukan oleh siapa yang memiliki teknologi paling maju, tetapi oleh siapa generasi muda yang suka membaca dan menulis.
Agaknya dengan fasilitas teknologi yang ada, literasi dapat meningkat di Indonesia, tetapi pada kenyataannya justru memperburuk budaya literasi kita. Bukan teknologinya yang salah, tetapi kesadaran manusianya yang perlu dibangkitkan untuk memanfaatkan teknologi secara bijak.
Ini terjadi karena teknologi berkembang dengan cepat seiring berjalannya waktu. Teknologi canggih yang terus berkembang, membuat orang apatis dalam bersosialisasi dan melek huruf.
Dengan teknologi, seorang anak dapat melakukan segalanya mulai dari bermain game, media sosial, membeli barang secara online dan juga menemukan semua informasi dan berita yang terbaru.
Namun pada kenyataannya banyak orang bahkan lebih malas membaca dan menulis. Bahkan saat ini, budaya literasi dianggap sebagai seminar yang layak tanpa tindakan nyata.
Banyak orang tidak mengerti penggunaan teknologi. Keberadaan ini adalah karena seseorang memiliki kecenderungan untuk tidak memperhatikan waktu ketika mereka pergi bersama dengan teknologi.
Sumber foto validnews.id |
Penurunan budaya literasi juga diperburuk oleh hasil studi yang diterbitkan dengan nama "Bangsa-Bangsa Paling Melek Dunia", yang menunjukkan bahwa Indonesia berada di tingkat ke-60, satu tingkat di atas Botswana.
Studi PISA (72) juga menunjukkan bahwa tingkat melek huruf di Indonesia lebih rendah dari 72 negara dibandingkan dengan negara di dunia. Respondennya sekitar 540 ribu anak, rata-rata anak sekolah berusia 15 tahun.
Indonesia sendiri berada di urutan 62 dari 70 negara yang memenuhi kriteria penelitian tersebut. Berdasarkan data ini, Indonesia masih berkinerja lebih baik daripada Brasil, tetapi berada di bawah Jordan. Nilai rata-rata untuk sains adalah 493, juga untuk untuk matematika 490. Nilai bahasa Indonesia untuk sains adalah 403, untuk bacaan 397 dan untuk matematika 386.
Fakta kedua, 60 juta orang di Indonesia rata-rata memiliki gadget. Lembaga riset pemasaran digital, Emarketer, memperkirakan akan ada lebih dari 100 juta pengguna smartphone aktif di Indonesia pada tahun 2018. Dengan jumlah yang begitu besar, Indonesia akan menjadi negara dengan pengguna smartphone aktif terbesar keempat di dunia setelah Cina, India dan Amerika.
Ironisnya, meskipun minat membaca buku rendah, data sosial dari Januari 2017 menunjukkan bahwa orang Indonesia dapat menatap layar gadget selama sekitar 9 jam sehari. Tidak mengherankan bahwa orang Indonesia menempati posisi kelima di dunia dalam hal semangat bermedia sosial.
Berdasarkan penelitian dari Semiocast, sebuah lembaga independen di Paris, kota yang paling banyak disuarakan di dunia maya, termasuk Twitter, yaitu Jakarta. Dapat disimpulkan bahwa masyarakat Indonesia tidak dapat sepenuhnya menggunakan teknologi untuk mencari informasi. Dengan kata lain, minat baca anak Indonesia menurun drastis, meskipun teknologi maju.
Tolak ukur budaya sastra terletak pada membaca dan menulis. Dibandingkan dengan kehidupan orang-orang yang saat ini suka bermain media sosial dan permainan, cukup sulit untuk belajar melek huruf sebagai gaya hidup. Karena banyak orang milenial saat ini lebih menyukai gaya hidup serba cukup dan serba mewah.
Semua orang boleh berlomba untuk mendapatkan teknologi terbaru, tetapi mereka melupakan tentang budaya membaca buku. Budaya literasi yang mana sebenarnya sangat penting untuk menciptakan generasi baru yang haus akan informasi dan pengetahuan.
Sebaliknya terkait dengan negara-negara yang memiliki kualitas pendidikan, terutama dalam hal literasi terbaik di dunia, yaitu Finlandia. Negara ini berada di posisi kedua dalam hal teknologi. Semua aspek kehidupan orang-orang di negara ini secara digital dan amat canggih.
Negara-negara yang paling melek huruf (WMLN) di dunia telah merilis daftar panjang negara-negara dengan klasifikasi melek huruf di seluruh dunia. Penelitian ini dilakukan oleh Jhon W. Miller, presiden Central Connecticut State University, Inggris. Hasil penelitian ini menempatkan Finlandia sebagai negara yang paling melek huruf atau paling maju di dunia.
Program Finlandia untuk mencapai ini adalah menawarkan paket maternity package, termasuk memberi buku kepada orang tua yang memiliki bayi baru. Perpustakaan tersebar di seluruh Finlandia, tidak ada alasan tidak punya waktu untuk membaca.
Selain itu, sekolah-sekolah di Finlandia juga baru dimulai pada usia tujuh tahun dan budaya membaca sudah menjadi turun temurun. Setiap anak diharuskan membaca buku setiap minggu. Tradisi bercerita kepada anak-anak setiap hari. sampai-sampai, program TV dari luarpun hanya diberikan teks terjemahan.
Inisiatif ini dilaksanakan oleh pemerintah untuk meningkatkan budaya membaca. Meskipun kebijakan itu belum membuahkan hasil maksimal, karena kebijakan itu tidak lagi berlaku seiring berjalannya waktu. Dorongan dari sekolah juga dibutuhkan sehingga akan ada efek positif jika program ini dilaksanakan secara teratur.
Langkah-langkah yang dapat diambil untuk mengatasi penurunan semangat membaca di Indonesia juga dapat dilihat melalui referensi dari Finlandia dalam mempromosikan minat baca. Program wajib membaca adalah inovasi untuk membiasakan anak-anak, sehingga mereka mulai terbiasa dengan rutinitas membaca buku dalam waktu tertentu.
Ini tentusaja perlahan akan berdampak pada kenaikan grafik semangat membaca di Indonesia dan tentu saja dapat mempengaruhi kualitas pendidikan.
Budaya literasi tidak bisa kalah dengan pengguna teknologi seperti gadget. Karena masa depan Indonesia tidak ditentukan oleh siapa yang memiliki teknologi paling maju, tetapi oleh siapa generasi muda yang suka membaca dan menulis.
Agaknya dengan fasilitas teknologi yang ada, literasi dapat meningkat di Indonesia, tetapi pada kenyataannya justru memperburuk budaya literasi kita. Bukan teknologinya yang salah, tetapi kesadaran manusianya yang perlu dibangkitkan untuk memanfaatkan teknologi secara bijak.
0 Comments