F Sejarah Salat Jumat Pertama di Madinah, Perjanjian Aqabah Kedua

Sejarah Salat Jumat Pertama di Madinah, Perjanjian Aqabah Kedua

SHALAT JUM'AT YANG PERTAMA DI MADINAH


Diriwayatkan oleh Abdurrahman putra Ka'ab ibni Malik, sebagai orang yang menuntun ayahnya saat ka'ab ibni Malik kehilangan pandangannya. Bahwa setiap kali Abdurrohman keluar bersama ayahnya untuk melakukan sholat jum'at, pasti ayahnya mendoakan As'ad ibni Zurarah tepatnya, ketika mendengarkan suara adzan, yang menandakan akan  dilaksanakannya sholat jum'at. Hal ini terus berlangsung sampai beberapa waktu. Sehingga membuat Abdurrahman penasaran, sampai ia berkata dalam hatinya "Demi Allah, sungguh ayahku adalah orang yang lemah. Mengapa ayahku tidak berdoa untuknya sendiri. Bahkan setiap ayahku mendengarkan adzan yang dikumandangkan untuk shalat jum'at, justru ia mendoakan As'ad ibni Zurarah dan memohonkan ampunan untuknya?”

Hingga pada hari jumat berikutnya. Abdurrahman keluar bersama ayahnya untuk melakukan sholat jum'at. Seperti biasanya, saat mendengarkan adzan, ayahku mendoakan As'ad ibnu Zurarah dan memohonkan ampun untuknya. Aku semakin heran, akhirnya aku bertanya pada ayahku, "wahai ayahku setiap kali engkau mendengar adzan jum'at mengapa engkau selalu mendoakan untuk Abi Umamah?"

Ka'ab menjawab "Anakku abi Umamah adalah orang yang pertama kali mengajak kami mendirikan sholat jum'at di Madinah. Tepatnya didaerah Bani Bayadhah yang disebut Baqi' al-Khashamah”. Aku bertanya lagi "pada saat itu berapakah jumlah kalian?" ayahku menjawab "empat puluh orang".


PERJANJIAN AQOBAH KEDUA



Pada musim haji tahun ke-tigabelas dari kenabian, tepatnya pada bulan Juni 622 M. lebih dari tujuh puluh kaum Muslimin Yatsrib datang ke Makkah untuk melaksanakan ibadah haji. Mereka datang bersama rombongan haji dari kaumnya yang masih musyrik. Semenjak dari rumah atau tatkala dalam perjalanan, kaum muslimin saling bertanya dengan yang lain "Sampai kapan kita akan membiarkan Rasulullah akan berkeliling, diusir dan dilanda ketakutan di gunung-gunung Makkah."

Setibanya di Makkah, mereka menjalin hubungan secara sembunyi-sembunyi dengan Rasulullah Saw. yang akhirnya menghasilkan sebuah kesepakatan antara kedua belah pihak untuk berkumpul disebuah bukit di Aqabah pada pertengahan hari Tasyrik tatkala melempar jumrah pertama di Mina. Dan mereka juga sepakat untuk melakukan pertemuan ini pada malam dari, agar pertemuan ini berjalan dengan sempurna.

Kala sepertiga malam berlalu, kaum muslimin berduyun-duyun hingga pada akhirnya mereka berkumpul di Aqabah. Jumlah mereka tujuh puluh orang, dua diantaranya adalah perempuan namanya Nasibah binti Ka’ab (Ummu  Amarah) dari Bani Mazin ibn an-Najjar dan Asma’ (Ummu Umar ibn Ady) dari Bani Salamah. Kemudian Rasulullah datang bersama paman beliau Abbas ibn Abdul Muthallib _saat itu Abbas masih belum memeluk islam_  ia ikut serta dalam baiat ini  dalam rangka mengukuhkan keponakannya (Nabi Muhammad Saw).

Setelah semuanya dirasa sudah cukup, dialogpun dimulai untuk mengesahkan jalinan agama dan militer. Yang pertama kali membuka pertemuan ini paman beliau al-Abbas ibn Abdul Muthallib, beliau menjelaskan secara terbuka kepada mereka yang hadir disitu tentang beratnya tanggung jawab yang bakal mereka emban, sebagai kelanjutan dan konsekwensi dari persekutuan ini. Kemudian al-Abbas memulai percakapan “Wahai kaum Khazraj! Sebagaimana telah kalian ketahui bersama bahwa Muhammad adalah orang dari kabilah kami. Ia kami lindungi dan kami bela dari gangguan orang-orang sekabilahnya yang sepaham dengan kami (belum memeluk agama islam). Sesungguhnya Muhammad adalah orang yang dihormati kaumnya dan beroleh perlindungan dinegaranya. Namun, ia ingin bergabung dan bersatu dengan kalian. Jika kalian dapat menepati apa yang kalian janjikan padanya dan dapat melindunginya dari orang yang menentangnya, maka laksanakanlah apa yang kalian janjikan kepadanya. Akan tetapi, jika setelah ia bergabung kalian bermaksud menyerahkannya pada musuh atau kalian enggan membelanya, maka tinggalkanlah ia sekarang juga. Ia tetap akan dihormati kaumnya dan mendapat perlindungan dinegaranya.”

Setelah mendengar apa yang telah disampaikan al-Abbas, mereka yang hadir pada malam itu lantas berkata “apa yang telah anda sampaikan telah kami dengar” sambil memandang kearah Rasulullah mereka melannjutkan “Wahai Rasulullah, kini tiba giliran anda berbicara. Katakanlah apa saja yang baik bagi anda dan agama Allah”. Tak lama kemudian beliau mulai berbicara, pada awalnya beliau membacakan ayat al-Quran, mengajak mereka menuju agama Allah, dan mengajarkan pada mereka tentang islam. Selanjutnya beliau memulai baiat “Aku membaiat kalian, agar senantiasa melindungiku seperti perlindungan yang kalian berikan pada anak-anak dan isteri-isteri kalian” Rasulullah meminta ketegasan sikap para hadirin saat itu.

Mendengar apa yang telah disampaikan Rasulullah, al-Barra’ ibn Ma’’rur kemudian maju kedepan menjabat tangan beliau senbari berkata “Baiklah, demi Dzat yang telah mengutus anda dengan membawa kebenaran, kami akan melindungi anda sebagaimana kami memberikan  perlindungan pada anak dan isteri kami. Ya Rasulallah, terimalah baiat kami, demi Allah kami adalah orang-orang yang sudah biasa berperang. Dan hal itulah yang sudah diwariskan para leluhur secara turun temurun”.

Belum lagi al-Barra’ menyelesaikan kata-katanya. Abu al-Haitsam ibnu Tayihan menyela “Ya Rasulallah, diantara kami dan orang-orang yahudi terdapat hubungan, akan tetapi telah kami akhiri. Dan jika kami telah memutuskan hubungan tersebut apakah anda akan meninggalkan kami dan kembali pada kaum anda di Makkah?” mendengar ucapan Abu al-Haitsam Rasulallah tersenyum, kemudian menyahut “Darahku  adalah darah kalian, dan demikian pula sebaliknya. Aku dari golongan kalian dan demikian pula sebaliknya. Aku akan memerangi orang yang kalian perangi dan akan berdamai dengan orang yang kalian ajak berdamai”.

Ka’ab mengatakan, Setelah itu Rasulullah beliau meminta pada mereka memilih dua belas orang naqib (pemimpin yang bertanggung jawab atas kabilahnya masing-masing). Lantas mereka mengajukan senbilan orang dari kabilah Khazraj dan tiga orang dari kabilah Aus.

Ibnu ishak mengatakan, dua belas orang naqib tersebut ada sembilan orang Dari klan Khazraj :
Abu Umamah As’ad ibn Zurarah
Sa’ad ibn al-Rabi’ ibn ‘Amr
Abdullah ibn Rawahah
Rafi’ ibn Malik ibn al-Ijlan
Al-Barra’ ibn Ma’rur
Abdullah ibn Amr ibn Haram
‘Ubadah ibn as-Shamit
Sa’ad ibn ‘Ubadah
Al-Mundzir ibn ‘Amr
Tiga orang yang lain dari klan Aus :
Usaid ibn Hudlair
Sa’ad ibn Khaitsamah
Rifa’ah ibn Abdul Mundzir
Kepada dua belas orang naqib tersebut beliau berpesan “Hendaklah kalian menjadi penanggung jawab kaumnya masing-masing, sebagaimana yang  telah dilakukan kaum Hawariyin kepada Isa putera Maryam. Sedangkan aku akan menjadi penanggung jawab atas umatku”. Mereka serentak menjawab “Baiklah”. Berdasarkan keterangan yang diperoleh dari ‘Ashim ibn ‘Amir ibn Qatadah, Ibn Ishak mengatakan: ketika rombongan dari Madinah sudah berkumpul hendak baiat kepada Rasulullah Saw. seorang Anshar yang bernama al-Abbas ibn ‘Ubadah ibn Nahdlah (saudara dari Bani Salim ibn Auf) berkata “hai kaum Khazraj! Sadarkah kalian, atas dasar apa kalian membaiat laki-laki itu (Rasulullah)?” mereka menjawab “ia” kemudian ia melanjutkan “Kalian membaiatnya dengan dasar kesediaan berperang melawan setiap orang yang berkulit putih dan berkulit hitam yang menentangnya. Jika kalian menyanka bahwa kehilangan harta adalah sebuah musibah, atau bila para pemimpin kalian mati terbunuh dalam peperangan lalu kalian hendak menyerahkan orang itu kepada musuh. Demi Allah, ketahuilah jika hal itu kalian lakukan, berarti kalian telah berbuat nista di dunia dan akan hidup terhina di Akhirat kelak. Sebaliknya, jika kalian sanggup menepati janji setia kepadanya serta rela kehilangan harta benda dan kehilangan pemimpin kalian yang tewas di medan perang, maka baiatlah ia! Demi Allah, itu merupakan kebajikan di dunia dan akhirat”.

Dengan tegas mereka serempak menjawab “Kami siap menanggung musibah, kehilangan harta benda dan rela kehilangan pemimpin yang tewas di medan peperangan!” kemudian mereka mengajukan pertanyaan pada Rasulullah “Wahai Rasulullah, jika kami telah menepati semua itu, apa yang akan kami dapatkan?” “Surga” nabi menjawab. Mendengar jawaban beliau, serempak mereka maju mendekat sembari berkata “ulurkan tangan anda” kemudian Rasulullah mengulurkan tangan dan mereka menyatakan janji setia pada beliau.

                 
**Sumber tulisan:

Buku "Lentera Kegelapan"
Sejarah Kehidupan Nabi Muhammad Saw
Karya Legendaris Siswa Tamatan Lirboyo 2010

Post a Comment

0 Comments