F (5) Masa Remaja Nabi Muhammad Hilfu Al Fudhul

(5) Masa Remaja Nabi Muhammad Hilfu Al Fudhul


HILFU AL- FUDHUL

Diusia nabi yang  ke-dua puluh tahun lebih sedikit, telah terjadi peristiwa  Hilful Fudhul (koalisi Fudhul) tepatnya setelah kejadian perang Fijar . Dan didalamnya terdapat kesepakatan misi untuk menindak tegas segala bentuk penganiayaan, baik pelakunya orang Makkah sendiri ataupun dari luar Makkah. Hal ini dimaksudkan agar kedzaliman tidak merajalela dan dapat dihilangkan dan agar semua pihak yang didzalimi mendapatkan haknya.

Yang melatar belakangi terbentuknya  Hilful Fudhul adalah suatu ketika seorang anggota kabilah Bani Zubaidah dari negeri Yaman datang ke Makkah untuk berdagang. Dia membawa harta dagangannya dengan tujuan memperjual-belikan di kota ka’bah tersebut. Lantas disana ada seorang pembeli yang bernama al 'Ash bin Wa`il _ia adalah ayah Amr bin  Ash_ seorang yang memiliki kedudukan di Makkah karena kekayaanya. ‘Ash bin Wa’il tidak bersedia membayar barang yang telah ia dapatkan. Lantas pedagang dari Yaman tersebut melaporkan kejadian ini pada beberapa pemuka suku Quraisy.Dia beranggapan sekaligus berharap agar tokoh-tokoh Makkah tersebut ikut merasa bertanggung jawab atas kecurangan dagang yang dilakukan salah seorang anggota kabilah mereka. Namun mereka malah bersikap skeptis, acuh dan enggan menolong. Bahkan  mereka mengintimidasinya.

Merasa  hartanya sudah tidak akan bisa kembali lagi melalui mereka. Timbullah perasaan putus asa pada diri pedagang itu untuk bisa mendapatkan hartanya kembali. Di saat mentari mulai memperlihatkan sinarnya, ia naik kepuncak bukit (gunung Abi Qubais). Sementara saat itu orang-orang Quraisy sedang menuju tempat perkumpulan disekitar ka'bah. Iapun mulai melantunkan syair:

Wahai keluarga Fihr, sesungguhnya hartaku teraniaya ditengah-rengah kota Makah.
Ia jauh dari dari rumah dan hartanya.
Ia sedang melakukan Ihrom. Yang kusut rambutnya, belum  melaksnakan umrohnya.
Wahai orang-orang yangberada diantara Hijr Isamail dan hajar Aswad (tolonglah ia).
Karena sesugguhnya tanah suci (haram) hanya berhak ditempati oleh orang-orang yang sempurna dalam kemuliaannya.
Dan tidaklah tanah suci menjadi tempat bagi orang-orang jahat dan penghianat.

Mendengar pengaduan saudagar yang datang jauh-jauh dari Yaman , Zubair bin Abdul Mutholib, berdiri seraya memanggil golongan Quraisy Muthayyibin yang lebih terdahulu terbentuk, mereka adalah Bani Hasyim, Bani Muthallib, Asad bin 'Abdul Uzza, Zuhrah bin Kilab dan Taym bin Murrah.Dan ia pun berkata pada mereka: "Mengapa ini dibiarkan begitu saja?"

Sejak saat itulah mereka mengadakan perkumpulan di rumah Abdullah bin Jud'an  _sesepuh orang Quraisy yang disegani_ pada bulan Dzulqa'dah. Dan mereka bersumpah demi Allah, mereka akan bersatu  untuk menolak kedzaliman dan hak-hak orang-orang yang berhak menerimanya, saling tolong-menolong dalam masalah ekonomi. Dan mereka akan memegang teguh  kesepakatan itu hingga  air laut hanya tinggal setes, dan hingga hamparan tanah yang luas masih berada ditempatnya. Lantas mereka pergi menuju tempat 'Ash bin Wa`il Assahmiy dan mengambil kembali harta pedagang Bani Zubaid yang telah ia ambil untuk dikembalikan kepada pemiliknya.

Ketika kesepakatan itu digelar, Nabi Muhammad saw hadir dan ikut menyaksikan paman-paman beliau bersumpah menyatukan suara demi terciptanya stabilitas serta keamanan kota Makkah. Agaknya pertemuan ini menarik simpati beliau hingga setelah diutus Allah beliau sempat mengenang dan menceritakan hal itu kepada para  sahabat." Aku beserta paman- pamanku telah menghadiri suatu perjanjian yang diadakan dikediaman Abdullah bin Jad'an, yang karena sumpah itu aku tidak suka memilki unta merah (jenis unta terbaik). Seandainya aku diundang dalam perjanjian itu dihari ini, tentu aku akan menghadirinya. Rasulullah berkata demikian dikarenakan beliau diutus dengan ahlak yang mulia sedangkan perjanjian tersebut merupakan salah satu dari bentuk kemulian akhlak kaum Quraisy yang kelak sangat dianjurkan dalam islam. Dan sumpah ini disepakati banyak golongan.

*********************
Menurut Qutaibah, pemberian nama Hilful Fudhul terhadap pertemuan Quraisy Muththayyabin pada saat menjelang Bi’tsah ini ialah karena adanya kesamaan dengan suatu pertemuan serupa yang dilakukan oleh golongan yang telah mendahuluinya, yaitu kabilah Jurhum ketika mereka masih memegang kekuasaan atas ka’bah. Pertemuan yang dimaksud diprakarsai oleh tiga orang yang bernama Fadl bin Fadlalah, Fadl bin Wada'ah, Fudail bin Harist._menurut pendapat yang benar_.Tiga orang tersebut pernah berjasa merumuskan suatu kesepakatan yang isinya tidak jauh berbeda dengan pertemuan di zaman setelah mereka.  Istilah Hilful Fudhul  sendiri telah mengabadikan nama mereka sehingga terkenang oleh orang-orang yang hidup di sekitar Makkah setelah mereka. Sehingga sampai pada masa-masa menjelang bi’tsah pun istilah itu masih belum dapat dilupakan kabilah-kabilah penghuni kota tempat Baitullah,meskipun dari keturunan yang berbeda. Dengan kata lain istilah Hilful Fudhul telah dipergunakan untuk dua kejadian yang berbeda .Karena itulah kadang kata Hilful Fudul diungkapkan tapi yang dikehendaki adalah kelompok yang pertama.

Dalam redaksi lain Abdurrahman pernah mendengar sebuah hadis yang diriwayatkan dari Abu Nasshr bin Qatadah dari Abu Amr bin Mathar dari Abu Bakar bin Ahmad bin Dawud As-Samanani dari ayahnya dari Abu Hurairah R.A. berkata: Rasulullah bersabda: "Aku belum pernah menghadiri sebuah perkumpulan orang-orang Quraisy kecuali perkumpulan al Muthayyibin dan aku tidak berbangga diri seandainya aku memiliki hewan yang terbaik sekalipun sementara aku merusak perkumpulan ini. Abdurrahman mengatakan bahwa  yang dimaksud degan al Muthayyibin  adalah bani Hasyim, bani Umayyah, bani Zuhrah dan bani Mahzum.

  Imam Baihaqi meriwatkan hadis ini dalam Kitab Sunan al Kubra. Dan setelah itu beliau mengatakan bahwa  narasi diatas diselipkan dalam hadits dan tidak diketahui siapa yang meriwayatkan _apakah Abu Hurairah atau perawi  yang lain_. Menurut sebagian sejarawan _Ibn Qutaibah dalam kitab Sunan_ dikatakan bahwa al Muthayyibin adalah Hilful Fudul, karena beliau nabi Saw belum lahir saat kelompok al Muthayyibin terbentuk _dan menurut Suhaili riwayat  ini bagus, karena ada hadits yang menguatkannya dalam sunan al Kubra.

Imam Baihaqi membenarkan alasan ini karena memang orang-orang Quraisy mengikrarkan sumpahnya setelah meninggalnya Sayyid Qushoy bin Kilab, dan saat itu mereka berselisih mengenai keputusan Sayyid Qushoy bin Kilab yang telah memberikan kekuasaan untuk mengurus Siqayah,Rifadah, Liwa', dan Nadwah dan Hijabah pada Ibn Abd Dar.

Keputusan ini ditentang oleh bani Abdi Manaf, sementara kedua belah pihak memiliki supporter dari kabilah-kabilah Quraisy, Dan mereka bersepakat untuk mendukung pada golongan yang  mereka dukung. Lantas para golongan Abdi Manaf mengambil bejana yang berisi wewangian dan mencelupkan tangan mereka didalamnya dan saling bersumpah. Dan setelah mereka bangkit mereka mengusapkan tangan mereka pada tiap pojok Ka'bah, sejak saat itulah mereka menamai perkumpulan mereka dengan nama al Muthayyibin yang sebenarnya telah lama terbentuk.
Sedangkan yang dikehendaki dalam perkumpulan ini adalh Hilfful Fudul yang dibentuk dirumah Abdullah bin Jud'an sebagaimana yang diriwayatkan dari al Humaidi dari Sufyan bin Uyainah dari Abdullah dari Muhammad dan Abdurrahman _keduanya putera Abu bakr_ mereka berdua berkata, nabi bersabda "Aku telah menghadiri perkumpulan dirumah Abdullah bin Jud'an dst".
Lantas al Baihaqi melanjutkan tanggapannya tentang komentar sebagian pakar sejarah yang mengatakan bahwa al Muthayyibin adalah Hilful Fudul. Menurut beliau hal itu salah besar, sebab  Nabi Muhammad sama sekali tidak pernah menemui masa Hilfu al-Muthayyibin yang sudah terbentuk sebelum beliau lahir dengan selang waktu beberapa tahun. Dan al-Baihaqi terbentuknya Hilfu al-Muthayyibin pada masa Sayyid Hasyim ayahanda Sayyid Abdul Muthallib kakek nabi Muhammad Saw. Lihat Bidayah wa Annihayah. Juz 2. Hal. 355


Post a Comment

0 Comments