F Pluralisme Dalam Pandangan Islam

Pluralisme Dalam Pandangan Islam


"Di tangan semua komunitas, ada darah yang perlu dibersihkan. Jangan biarkan orang lain merasa suci, merasa sempurna. Karena di dunia ini tidak pernah ada kesempurnaan."

Agama adalah aturan, yang mengatur kondisi manusia mengenai sesuatu yang tidak terlihat (spiritual), sopan santun, dan kehidupan sosial bersama. Sedangkan pluraslisme adalah pemahaman atau pandangan hidup yang mengakui dan menerima keberadaan keberagaman atau keberagaman dalam suatu kelompok masyarakat.

Pluralisme yang dimaksud dapat dilihat dari segi agama, etnis, ras, dan adat istiadat. Menerima pluralisme berarti menerima perbedaan. Pluralisme tidak berarti penggabungan tetapi kekhasan yang membedakan satu agama dari yang lain. Jadi pluralisme berbeda dari sinkretisme (penggabungan) atau asimilasi (pengecualian).

Saat ini, pengertian pluralisme menyatakan bahwa semua agama adalah sama, inilah yang kemudian disalahgunakan oleh pihak-pihak tertentu untuk mengubah ajaran agama menjadi sama dengan ajaran agama-agama lain.

Dalam perspektif Islam, agama yang benar adalah Islam. Yang Allah katakan:

"... Pada hari ini aku telah menyempurnakan agamamu untuk-Ku, dan aku telah memuaskan hati-Ku untukmu, dan aku telah memberkati Islam sebagai agamamu ..." (Qs Al-Maidah: 3)

Asumsi saat ini tentang pluralisme menempatkan agama dalam posisi yang sama, terlepas dari jenis agama. Pluralisme agama meyakini bahwa semua agama adalah jalan yang benar menuju Tuhan yang sama.

Agama itu sendiri adalah persepsi manusia yang relatif terhadap Tuhan. Jadi karena sifat relativitasnya, semua agama tidak boleh mengklaim atau percaya bahwa agama mereka lebih benar daripada agama-agama lain.

Di sini ada kesalahan dalam memahami pluralisme. Memahami pluralisme seharusnya tidak boleh menganggap semua agama sama. Tetapi, memiliki pemahaman bahwa kami menganggap perlakuan kami terhadap orang-orang beragama sama, tidak ada yang namanya diskriminasi. Serta harus saling menghormati etnis, ras dan budaya.

Karena itu dari Al Qur'an, Allah berfirman:

"Wahai manusia, sesungguhnya kami menciptakan kamu dari seorang pria dan wanita dan membuat kamu bangsa dan suku yang berbeda sehingga kamu akan mengenal satu sama lain. Tentunya yang paling mulia dari kamu di sisi Allah adalah orang yang paling takut di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal. "(Surat al-Hujurat: 13)

Sebuah bangsa yang terdiri dari beragam suku, agama dan masyarakat yang terdiri dari keluarga yang berbeda, yang semuanya menunjukkan perbedaan, keragaman, dan keunikan, tetapi masih dalam satu kesatuan.

Pluralisme terhadap agama adalah realitas historis yang tidak dapat disangkal oleh siapa pun. Masalahnya saat ini, Agama dianggap  hanya sebatas penghalang dalam sisi manusia. Akibatnya, ada sikap eksklusif bagi penganut agama, saling curiga, intoleransi yang berakhir dengan ketegangan sosial, kehancuran, permusuhan dan sebagainya.

Ironisnya adalah bahwa perubahan dalam kondisi sosial ekonomi didorong oleh perkembangan sains dan teknologi yang cepat, membawa perubahan dalam cara berpikir, menilai kehidupan, dan sulit mengaplikasikan pluralisme dalam konteks agama.

Ini semua membawa ketidakjelasan nilai-nilai bahwa nilai aktual selalu ada dalam proses perkembangan dan perubahan dalam masyarakat, serta dalam diri seseorang. Alangkah baiknya jika gagasan pluralisme mengedepankan nilai-nilai dan norma-norma yang terkandung di dalamnya untuk kemudian diserap dan diterapkan dalam kehidupan sosial keagamaan.

Dengan demikian, pluralisme agama seharusnya mampu melahirkan rahmat yang indah, di mana orang dapat saling mengisi, sehingga ada unsur saling melengkapi dan saling pengertian. Islam melalui kitab suci Al-Quran memberikan pendidikan nilai kesadaran pluralisme agama terhadap kemanusiaan, antara lain, tampak dari sikap al-Quran untuk memandang manusia bersikap pluralisme.

Al-Quran memandang nilai pluralisme sebagai kebebasan dan pengakuan akan keberadaan agama lain. Muhammad Quraish Shihab dalam pandangan tafsirnya menyatakan, Tuhan memberi kebebasan kepada manusia untuk memilih jalan yang mereka anggap baik. Sehubungan dengan pluralisme, manusia percaya bahwa kebenaran ada di tangan Tuhan.

Toleransi dan saling menghormati dalam masyarakat majemuk yang menyatukan para pengikut beberapa agama dan teologi eksklusivisme tidak dapat menjadi dasar bagi koeksistensi yang damai dan harmonis.

Indonesia dengan mayoritas penduduk Islam harus bisa memberikan contoh kepada umat beragama lain bahwa teologi eksklusivisme itu ibarat tanaman yang senyawa dengan bumi Indonesia. Al-Quran sebelumnya juga menekankan semangat saling menghormati untuk pencapaian kehidupan keberagaman yang harmonis.

Karena itu, masalah ini merupakan tanggung jawab suci bagi para pemimpin agama. Semangat saling menghormati ini juga ditunjukan oleh Nabi. seperti dalam sejarah yang dikutip oleh Zainuddin Ali dalam Pendidikan Islam, "Memang Nabi Muhammad (saw) telah melihat mayat Yahudi itu lewat dan dia berdiri. Seseorang mengatakan kepada Nabi bahwa mayat itu adalah seorang Yahudi. Lalu, Nabi menjawab," bukankah dia juga seorang manusia? "

(HR. Muslim 960).

Paradigma agama pluralis tidak mempertimbangkan semua agama sama, tetapi dapat menerima pendapat dan pemahaman agama-agama lain yang memiliki dasar ilahi dan kemanusiaan. Dengan pemahaman agama seperti ini, pada akhirnya nilai-nilai universal yang terkandung dalam agama seperti kebenaran, keadilan, kemanusiaan, perdamaian dan kesejahteraan manusia dapat ditegakkan.

Post a Comment

0 Comments