F (BAG 2) Sejarah Kelahiran Nabi Muhammad, Meminang Aminah Binti Wahab

(BAG 2) Sejarah Kelahiran Nabi Muhammad, Meminang Aminah Binti Wahab

Meminang Aminah Binti Wahab
Abdullah telah terhindar dari nadzar ayahnya. Abdul Muthalib juga telah mensedekahkan seratus ekor unta sebagai tebusan atas putra kesayanganya. Seiring dengan berjalannya waktu, timbulah keinginan dalam hati putra tunggal Hasyim itu untuk menikahkan Abdullah. Dia pergi bersama putera kesayangannya itu menuju ke rumah seorang laki-laki yang cukup tersohor dikalangan Bani Zuhrah, yaitu Wahab bin Abdu Manaf bin Zuhrah bin Kilab. Abdul Muthallib bermaksud meminang  puteri pemuka Bani Zuhrah itu untuk beliau nikahkan dengan Abdullah. Siapa sebenarnya melati Bani Zuhrah yang begitu beruntung menerima pinangan putra mahkota Bani Abdu Manaf yang begitu disegani di Makkah itu?. Dia adalah Aminah, gadis belia yang telah menjadi buah bibir para pemuda Makkah itu telah ditakdirkan menjadi wanita pengukir sejarah. Aminah akan menjadi istri pemuda yang kepribadian luhur, serta baik hati. Dan ia telah mengenalnya sejak kecil. Dan kelak pernikahan antara puteri Wahab dengan teman sepermainannya itu akan dikenang dunia. Sebab buah hati mereka adalah manusia pilihan sepanjang masa, yang dengan keluhuran jiwa menyerukan Kalam Ilahi untuk memberantas secara total paganisme di seantero jagat raya.

Tatkala Aminah sedang bercengkerama bersama ibundanya dan mereka tengah asyik membicarakan perihal selamatnya Abdullah dari jeratan nadzar Abdul Muttalib. Tiba tiba Wahab, ayahnya mendatangi mereka membawa berita yang mendebarkan hati puterinya. Beliaupun mulai pembicaraan “Pemimpin Bani Hasyim yang tak lain adalah Abdul Muttalib telah datang untuk meminangmu untuk dinikahkan dengan putra kesayangannya yang bernama Abdullah” seketika itu juga, Aminah merasakan bumi berhenti berputar, denyut jantungnya terhenti dan darahnya beku. Hanya rasa bahagia dan bayang-bayang penuh harap mulai terajut menyeruak masuk ke relung jiwanya. Setelah menyampaikan berita tersebut kepada puterinya, Wahab kembali menemui tamunya yang tak lain adalah calon besannya.

Sementara itu, Aminah masih belum bisa menyeimbangkan jiwa  yang tergoncang akibat dipermainkan perasaannya sendiri. Dalam hati, dia masih bertanya tanya “Benarkah Allah memilihkan true princenya dari bani Hasyim?” Aminah dapat menyembunyikan kekalutan dan keraguannya. Namun, ia tidak dapat menyembunyikan aura wajahnya yang kian detik kian memerah dan degup jantungnya yang berdetak semakin kencang. Sehingga sang bunda dapat mengetahui dan merasakan apa yang saat ini sedang dialami oleh puterinya. Hal tersebut memanggil jiwa keibuannya untuk memeluk sang buah hati, menenangkan kegalauan anak gadisnya yang baru saja menginjak usia dewasa. Serta belum pernah mengalami gejolak perasaan seorang wanita yang sedang ketiban asmara.

Selain menikahkan Abdullah, kedatangan Abdul Muthallib saat itu juga untuk  meminang Hallah binti Uhaib bin Abdi Manab Az-Zuhriyyah untuk beliau nikahi sendiri. Kelak dari pernikahan ini Abdul Muthallib dianugerahi seorang putra bernama Hamzah. Baik Aminah maupun Hallah, keduanya adalah wanita terpandang. Sebab keduanya berasal dari Bani Zuhrah, salah satu Kabilah Quraisy yang cukup disegani di Makkah. Abdullah sendiri juga termasuk lelaki yang memilki nasab mulia, baik dari jalur ayah maupun ibu. Ibunya adalah Fatimah binti 'Amr bin 'Aid al- Makhzumiy, wanita Quraisy yang keluarga dan kabilahnya tak kalah mulia dari pada Bani Abdu Manaf maupun Bani Zuhrah. Saudara Abdullah, Zubair dan Abu Thalib juga terlahir dari wanita mulia Kabilah Bani Makhzum ini.

Disamping kemuliaan yang dimiliki Aminah, Abdul Muthallib mempunyai alasan lain kenapa memilih menantunya dari keturunan Kabilah Bani Zuhrah. Syahdan, pada waktu Abdul Muthallib melakukan perjalanan ke negeri Yaman dimusim dingin, beliau bertemu dengan seorang pendeta beragama Yahudi. Rahib itu bertanya "Dari golongan manakah engkau?" “Dari golongan Quraisy“ Jawab beliau. Rahib itu bertanya lagi, “Keturunan siapakah engkau?” Beliau menjawab "Bani Hasyim”.  Sang Rahib melanjutkan "Bolehkah aku melihat anggota badanmu selain bagian aurat?” "Silahkan”, Abdul Muthallib mempersilahkan pendeta Yahudi itu mengamati sebagian anggota tubuhnya. Sedetik kemudian, kedua mata pendeta tersebut membidik kedua lubang hidung beliau seraya berkata "Aku melihat ada malaikat di salah satu tanganmu dan sifat kenabian di tangan yang lainya. Dan aku merasa bahwa seorang Nabi itu akan terlahir dari keturunan bani Zuhrah. Akan tetapi, bagaimana hal itu bisa terjadi?” Tanya Yahudi itu penuh keheranan. Abdul Mutholib menjawab "Aku tidak tahu". Dia bertanya lagi "Apakah engkau punya sya’ah?" _Sya'ah yang dimaksudkan oleh rahib tersebut adalah seorang istri_. Dan ketika Abdul Muthallib menjawab bahwa beliau belum mempunyai seorang isteri maka beliau dianjurkan agar menikah dengan wanita dari bani Zuhrah.

Berita tentang suntingan Abdullah kepada Aminahpun terhembus angin ke seantero kota Makkah.  secepat menjalarnya racun ke seluruh pembuluh darah. Tak luput, wanita bangsa Quraisypun tanpa ada yang mengomando berdatangan ke rumah Aminah untuk menyampaikan selamat atas pinangan yang ditujukan oleh pemuda dambaan setiap kaum hawa yang melihat akan ketampanan dan kegagahannya. Suasana dikediaman Aminah berubah menjadi hingar-bingar dengan obrolan-obrolan tentang boy of the year (pemuda tertampan dikala itu), Setelah dicekam kecemasan akan nadzar Abdul Muthallib yang menggemparkan Klan Quraish.

Salah seorang dari tamu yang tak mendapatkan undangan memulai aksi ngerumpinya, aku pernah mendengar cerita jika Suatu ketika, diperjalanan tidak jauh dari Ka'bah, Abdullah bertemu dengan Laila Al-Adawiyyah (Qutaylah binti Naufal), seorang wanita dari Bani Asad bin Abdul Uzza bin Qusyai. Dia adalah saudara Waraqah bin Naufal. Waraqah yang beragama Nasrani dan mempunyai pemahaman mendalam tentang kitab injil itu, pernah mengatakan bahwa dari kaum Quraisy akan lahir seorang nabi. Pernyataan Waraqah ini sempat didengar oleh Laila sehingga dia berharap bisa melahirkan seorang nabi seperti yang diceritakan saudaranya. Mungkin karna takjub, di saat Laila melihat wajah Abdullah yang seolah memancarkan sinar kenabian, dia mencoba menyapanya. "Wahai Abdullah, engkau hendak pergi kemana?" "Aku hendak pergi bersama ayah". Jawab beliau. Merasa penasaran dengan jawaban itu Laila berkata terus terang. "Abdullah, jika engkau bersedia menerimaku sebagai isterimu maka akan aku berikan seratus ekor unta kepadamu". Dengan bijaksana Abdullah menjawab "Aku selalu mengikuti kehendak ayahku dan aku tidak dapat meninggalkannya"

Karena ada yang memulai aksi ngerumpi.  Kaum hawa yang lainnya tidak mau kalah. Karena takut tidak akan mendapatkan kesempatan unjuk gigi, tanpa ba bi bu salah satu dari makhluk Tuhan yang paling seksi mulai melancarkan aksinya. Pada kesempatan lain, Abdullah juga bertemu dengan Fatimah binti Murr al-Kha’tsamiyah, seorang wanita peramal agama Yahudi yang pernah membaca Kitab Taurat. Seperti halnya Laila saat dia melihat cahaya kenabian diwajah Abdullah maka ia pun berkata "Wahai pemuda, maukah engkau sekarang menikah denganku dan aku akan memberimu seratus onta atas hal itu?" Sekilas Abdullah memandang wanita itu lalu dengan beliau berkata :

Artinya "Tentang sesuatu yang diharamkan, aku bersedia mati untuk menjahuinya. Sedangkan yang telah dihalalkan maka aku harus mengetahui lebih jelas tentangnya, sehingga bagaimana aku akan memenuhi permintaaanmu yang tercela itu padahal orang yang mulia akan menjaga harga diri dan agamanya!" Sehingga beliaupun meneruskan perjalanan dan melaksanakan pernikahan dengan Aminah.

Selain Abdullah memancarkan cahaya kenabian, beliau juga dikenal sebagai lelaki paling tampan pada saat itu. Suatu hari beliau bertemu dengan sekelompok wanita Quraisy. Diantara mereka ada yang mengatakan "Siapakah diantara kalian yang akan menikah dengan lelaki ini? Sehingga dia akan mendapatkan cahaya kenabian yang aku lihat di wajahnya”.  Begitulah sikap para wanita yang begitu mengagumi Abdullah.

Sedikitpun wanita-wanita itu tidak membuat Abdullah menaruh hati pada mereka, namun beliau hanya menuruti saja pilihan ayahnya tatkala dinikahkan dengan Aminah yang merupakan teman sepermainannya ketika masih kecil. Kabar bahwa Abdullah akan menikah dengan Aminah disambut hangat oleh kaum Quraisy, bahkan mereka mengatakan bahwa "Abdullah lebih unggul dari Abdul Muthallib.” Konon, Aminah ketika masih kecil pernah diramal oleh juru ramal bernama Sauda binti Zuhrah al-Kilabiyah.

Suatu ketika, dia pernah mengatakan pada Bani Zuhrah "Diantara kalian ada perempuan pembawa berita ancaman (nadzîrah), dan kelak akan melahirkan seorang laki-laki pembawa berita ancaman pula. Bawalah kemari anak- anak perempuan kalian!" Kabilah Zuhrah menuruti perkataan Sauda, mereka mendatanginya dengan membawa putri-putrinya. Satu persatu anak-anak itu dilihat oleh Sauda. Dan tatkala sampai pada Aminah, Sauda berkata "Inilah perempuan nadziirah yang akan melahirkan seorang nadzir itu.” Dan ketika Saudah ditanya tentang neraka  Jahannam maka ia menjawab bahwa putra Aminah yang akan menjelaskan tentang Jahannam.

Tentang waktu pesta pernikahan ini terdapat perbedaan pendapat diantara ahli sejarah, ada yang mengatakan bahwa hal itu dilaksanakan tatkala usia Abdullah memasuki usia delapan belas tahun, namun ada yang mengatakan bahwa waktu itu beliau telah berumur dua puluh empat tahun. Namun, yang jelas pesta ini digelar dirumah mempelai wanita. Beberapa kerabat baik dekat maupun jauh ikut hadir dalam pesta yang mempertautkan dua kabilah Quraisy terkemuka itu.  Seperti kebiasaan orang Arab waktu itu, Abdullah tinggal di rumah Aminah selama tiga hari tiga malam. Baru setelah itu dia memboyong Aminah ke rumahnya untuk memulai mahligai baru mengarungi bahtera rumah tangga serta membangun keluarga. Dari uraian di atas dapat di simpulkan bahwa nabi Muhammad saw terlahir dari sepasang suami istri terkemuka dan mulia di kalangan kaumnya.

Sumber tulisan:
Buku "Lentera Kegelapan"
Sejarah Kehidupan Nabi Muhammad Saw


Karya Legendaris Siswa Tamatan Gerbang Lama Lirboyo 2010

Post a Comment

0 Comments