F Wafatnya Abu Tholib, Perjalanan Muhammad Saw Ke Thoif

Wafatnya Abu Tholib, Perjalanan Muhammad Saw Ke Thoif

Paman beliau, Abu Thalib meninggal dunia di Makah pada bulan Rajab tahun kesepuluh dari Nubuwah, berselang enam bulan setelah terjadinya baiat. Pendapat lain mengatakan pada bulan Ramadlan, tiga bulan sebelum wafatnya Sayidah Khadijah ra. Sebagaimana yang telah disampaikan Shafiyu ar-Rahman al-Mubarakhfury. Ibnu Ishak menambahkan, bahwa peristiwa ini terjadi sebelum beliau hijrah ke Madinah selang waktu tiga tahun.



 Kala sakit Abu Thalib semakin parah, dan berita ini telah terdengar  oleh orang-orang Quraisy. Sebagian dari mereka berkata pada sebagian yang lain "Umar dan Hamzah telah memeluk islam, sementara perihal Muhamad telah masyhur dikalangan klan arab, mari kita berangkat menemui Abi Thalib agar ia berkenan untuk menyerahkan keponakannya pada kita. Demi Allah, kita semua merasa terancam dengan keberadaannya."



 Selepas itu, para pembesar kaum Abu Thalib, yakni Utbah ibn Rabi`ah, Syaibah ibn Rabi`ah, Abu Jahal ibn Hisyam, Umayyah ibn Khalaf, Abu Shufyan ibn Harb bersama beberapa orang pembesar yang lain berangkat menuju kediaman Abu Thalib. Setibanya disana mereka berkata "Wahai Abu Thalib, sesungguhnya anda adalah golongan kami sebagaimana yang telah anda ketahui. Anda sendiri telah mengetahui semuanya, dan kami menghawatirkan keberadaan anda. Sementara anda juga telah tahu apa yang telah terjadi diantara kami dan keponakan anda. Oleh karenanya panggillah ia, dalam rangka mengambil kesepakatan diantara kita, perintahlah ia agar tidak mengganggu kami dan agama kami, dan kami tidak akan mengganggu dirinya dan tuhannya”.



Mendengar desakan kaumnya, Abu Thalib memenuhi permintaan mereka, kemudian  nabi dipanggil menghadap pamannya. Setibanya didepan rumah Abu Thalib, beliau masuk kedalam rumah, ternyata paman beliau dikerumuni oleh para pembesar Quraisy. Diantara mereka dan Abu Thalib ada jarak sekitar tempat duduk satu orang laki-laki. Abu Jahal khawatir jika nabi menempati tempat tersebut mendampingi pamannya, hati sang paman akan luluh. Melihat hal tersebut dengan cepat Abu Jahal segera menempati tempat tersebut. Tak ayal nabi Muhamad tak menemukan tempat disisi pamannya, beliau nabi hanya berada didepan pintu. Lantas paman beliau berkata "Wahai putera saudaraku, mereka adalah para pembesar kaummu. Mereka telah berkumpul karenamu dalam mengadakan perjanjian damai". Nabi berkata "Baiklah, aku ingin kalian mengucapkan satu kalimat, yang dengannya kalian akan menguasai seluruh orang arab, dan orang ajam akan membayar pajak pada kalian".



Mendengar permintaan nabi, Abu Jahal menjawab "Baiklah, demi ayahmu, sepuluh kalimatpun tak masalah". Kemudian beliau nabi melanjutkan "katakanlah Lailaha illallah, dan hendaknya kalian meninggalkan apa yang kalian sembah". Serempak mereka bertepuk tangan sambil mengatakan "Wahai Muhamad, apakah kamu ingin menjadikan tuhan hanya satu? Permintaanmu sangat menakjubkan" mereka tak setuju dengan permintaan beliau nabi. Sebagian dari mereka berkata pada yang lain "Demi Allah, sesungguhnya laki-laki ini tidak akan pernah memberikan sedikitpun dari apa yang kalian pinta, pergilah dan pegang teguhlah agama nenek moyang kalian hingga Allah menghakimi diantara kalian dan dia (Muhammad)". Kemudian orang-orang quraisy beranjak bubar. Dan dalam hal ini Alah menurunkan Q.S al-Qashash ayat 56



Artinya: "Sesungguhnya kamu tidak akan dapat memberi petunjuk kepada orang yang kamu kasihi, tetapi Allah memberi petunjuk kepada orang yang dikehendaki-Nya, dan Allah lebih mengetahui orang-orang yang mau menerima petunjuk".



Dalam riwayat lain disebutkan kala Nabi Muhammad menawarkkan pada orang Quraisy untuk mengucapkan “Lailahaillah”, mereka tidak setuju dan pada Akhirnya terjadi perselisihan diantara mereka sembari berkata “Mintalah yang lain!”.  Nabi Muhammad Saw berkata “Meskipun kalian datang padaku dengan membawa matahari dan meletakkannya di kedua tanganku, aku tidak akan meminta yang lain pada kalian!”. Mereka marah dan berpaling seraya berkata, “Demi Allah kami akan mencacimu dan Tuhanmu yang telah memerintahkanmu untuk berbuat ini!”. Allah swt menurunkan al-Qur'an surat ash-Shad ayat 6-7



Artinya: “Dan Pergilah pemimpin-pemimpin mereka (seraya berkata): ‘Pergilah kamu dan tetaplah (menyembah) tuhan-tuhanmu, Sesungguhnya ini benar-benar suatu hal yang dikehendaki. Kami tidak pernah mendengar hal ini dalam agama yang terakhir ini (mengesakan Allah), tidak lain hanyalah (dusta) yang diada-adakan’”.



 Melihat ekspresi kaumnya Abu Thalib berkata pada keponakannya "Demi Allah, wahai putera saudaraku, menurutku kamu tidaklah meminta sesuatu yang belebihan pada mereka (Quraisy)" mendengar ucapan pamannya, beliau nabi punya harapan besar bahwa ia akan memeluk islam. nabi berkata "Wahai paman, bagaimana dengan engkau? Ucapkanlah Dua Kalimah Syahadah, dengan kalimat itu aku dapat memberikan pertolongan padamu dihari kiamat nanti". Abu Thalib dapat melihat hasrat yang kuat dari diri nabi untuk mengajaknya memeluk agama Allah, lalu ia berkata pada nabi "Wahai saudaraku, demi Allah, andai saja aku tidak Khawatir engkau dan keluarga ayahmu akan mendapat hujatan sepeninggalku nanti, dan tidak khawatir orang-orang Quraisy menyangka bahwa aku mengucapkan Syahadat karena takut akan kematian, niscaya aku akan mengucapkannya, dan aku tidak akan melakukan semua itu kecuali untuk membahagiakanmu".



 Al-Suhailiy menyebutkan, menjelang wafat Abu Thalib, Abbas  melihat kedua lisannya bergerak, dan ia mendekatkan telinganya kemulut Abu Thalib, lalu berkata "Wahai putera saudaraku, demi Allah saudaraku telah mengucapkan apa yang telah engkau perintahkan" nabi menjawab "Aku tidak mendengarnya".



 Diceritakan dari Hisyam atau puteranya. sebelum Abu Thalib wafat, ia sempat berpesan pada kaumnya yang sedang berkumpul disekelilingnya "Wahai golongan kamu Quraisy, kalian semua adalah orang-orang pilihan dari kalangan arab, diantara kalian terdapat pemuka yang ditaati, pemberani dan disegani. Ketahuilah, sesungguhnya kalian semua tidak meninggalkan sedikitpun kehormatan bagi orang arab kecuali kalian telah menyimpannya. Dan kalian tidak meninggalkan sedikitpun kemuliaan bagi orang arab kecuali kalian telah mendapatinya. Dengan keutamaan dan kelebihan tersebut kalian disegani manusia, dengan hal itu pula manusia akan akan bergabung dengan kalian, dan mengikuti golongan kalian. Oleh karenanya, maka aku berpesan pada kalian semua agar senantiasa mengagungkan bangunan ini (kehormatan dan kemuliaan Quraisy), karena dengannya terdapat ridla tuhan, kehidupan akan berdiri tegak dan mengokohkan keyakinan. Ikatlah tali silaturrahim dan janganlah kalian memutuskannya, karena dengannya ajal ditangguhkan, dan dengannya pengikut akan semakin bertambah. Janganlah kalian semua berhianat dan berani pada kedua orang tua, karena dua hal inilah yang menjadi sebab kehancuran kurun sebelum kalian semua. Datangilah undangan dan berdermalah pada sang peminta-minta, karena dalam dalam dua dal inilah kemuliaan hidup dan mati. Berkata jujurlah dan laksanakanlah amanah, karena dengan keduanya orang-orang pandai akan mencintai kalian, dan orang-orang awam akan memuliakan kalian. Dan aku berwasiat baik pada kalian semua dengan Muhamad, sesungguhnya ia adalah al-Amin (orang yang dapat dipercaya) dikalangan orang quraisy. Dan dikenal sebagai orang yang jujur dikalangan arab. Ia adalah orang yang telah mengumpulkan pada apa yang telah aku wasiatkan pada kalian semua. Ia telah membawa sesuatu yang berbuah surga, lisan manusia sama mengingkarinya karena takut akan menjadi rendah karenanya. Demi Allah aku seakan melihat orang-rang fakir, orang-orang saleh diberbagai kalangan, orang-orang yang lemah telah mengikuti ajarannya, membenarkan kata-kata dan mengagungkan ajarannya. Mereka juga berpegang tegung dengan ajarannya hingga ajal menjemput, para pemimpin kaum Quraisy menjadi pengikut, demikian pula sebaliknya, orang-orang yang lemah menjadi pemimpin, mayoritas dari kaumnya sangat membutuhkannya, dan orang yang bukan kerabat dekatnya mendapat kemuliaan disisinya. Sungguh orang arab tulus mencintainya, membersihkan hati karenanya dan rela menyerahkan apapun untuknya.   Wahai golongan Quraisy, ikutilah putera leluhur kalian semua (Rasulullah), lindungilah ia, lindungilah golongannya. Demi Allah tidak ada seorangpun yang mengikuti jejaknya kecuali ia akan mendapat petunjuk, dan tak ada seorangpun yang mengikuti pada petunjuknya kecuali mereka akan mendapatkan keberuntungan. Seandainya tubuh ini masih diberi kesempatan hidup, dan waktu berkenan memanjang, niscaya aku akan mencegah segala bencana dan malapetaka yang kan datang padanya (Muhammad).” Tak lama kemudian paman beliau wafat.



Walaupun Abu Thalib belum mengucapkan kalimat syahadat, namun tidak sedikit ulama' yang berpendapat bahwa beliau termasuk orang yang beriman. Kendati saat itu paman beliau Abu Thalib dan sebagian besar kerabata beliau tidak memeluk islam. Namun dibalik semua itu Allah menyisipkan sebuah hikmah yang tersembunyi. Karena andai saja mereka bergegas mengikuti Nabi Muhammad Saw, niscaya akan ada yang menyatakan, "Keluarga Nabi Muhammad Saw hanya mencari kedudukan dan kemulian yang tidak bisa mereka miliki sehingga mereka datang dengan memeluk agama ini". Akan tetapi, musuh-musuh islam mengetahui sendiri bahwa pengikut nabi pada masa-masa itu bukan dari kerabat nabi, bahkan musuh dari kerabat beliau, seperti halnya Utsman bin Affan dari bani Umayyah maka mereka tidak memiliki sedikitpun argumen yang dapat mereka ungkapkan. Namun hanyalah tuduhan-tuduhan dusta belaka yang mereka pegang erat ketika argumen mereka kalah, mereka meyatakan Nabi sebagi tukang sihir yang dapat memisahkan suami istri, nabi seorang peramal tentang hal-hal yang gaib.



Selepas paman beliau wafat, kaum Quraisy sama melancarkan aksi dalam rangka menyakiti beliau. Karena semasa hidup Abu Thalib usaha mereka tak pernah membuahkan hasil. Hingga pada akhirnya para orang-orang Quraisy mulai memberanikan diri untuk mengganggu beliau dengan segala cara. Diantaranya suatu ketika kepala beliau ditaburi debu. Perlakuan mereka beliau hadapi dengan sabar, lalu beliau pulang kerumah dalam keadaan debu berhamburan diatas kepala. Melihat hal ini sontak salah satu puterinya bergegas bangkit membersihkan debu yang berada diatas kepala beliau sambil menitikan air mata. Baginda Nabi Muhamad berkata pada puterinya “Wahai puteriku, jangan menangis, Allah akan menjaga ayahmu”. Bahkan, kala beliau sedang melaksanakan shalat tak sungkan kotoran kambingpun melesat ketubuh nabi. Dalam kesempatan yang lain, kafir Quraisy mencaci maki dan menarik-narik nabi seraya berkata kepadanya  “Apakah kamu ingin menjadikan tuhan-tuhan itu hanya satu tuhan?” kala itu tidak ada seorangpun dari orang Islam yang dapat membantu beliau kecuali sahabat Abu Bakar, karena masih lemahnya kaum muslim, kemudian Abu Bakar menyelamatkanya seraya berkata “Apakah kalian akan membunuh seseorang yang mengucapkan Allah adalah tuhanku?”.



Selepas paman dan isteri beliau wafat, nabi jarang keluar rumah, bahkan lebih banyak berdiam diri dirumah. Dan orang quraisy semakin berani melancarkan aksinya pada nabi, dan berita ini telah terdengar oleh Abu Lahab. Lantas ia datang pada nabi sembari berkata “Wahai Muhammad, teruskanlah apa yang kamu kehendaki! Kala Abu Thalib masih hidup aku tak pernah melakukan apapun. Namun sekarang lakukanlah apa yang hendak kau lakukan. Demi Lata dan Uzza, tak ada seorangpun yang dapat mengganggumu hingga ajal menjemputku”. Abu Lahab seolah menjadi pelindung beliau menggantikan Abu Thalib.



Pada satu kesempatan, Ibn al-Ghaithalah melemparkan kata-kata kotor pada beliau nabi, melihat hal tersebut paman beliau Abu Lahab menghalanginya, kemudian ia berlalu pergi sambil berteriak keras “Wahai kaum Quraisy, Abu Utbah (Abu Jahal) kekanak-kanakan.” Mendengar suara tersebut sontak kaum Quraisy berduyun-duyun mendatangi Abu Lahab, melihat reaksi kaum Quraisy Abu Lahab spontan berkata “Aku tidaklah meninggalkan agama Abu Thalib, akan tetapi aku hanya ingin melindungi pada putera saudaraku agar tidak didzalimi, sehingga ia dapat meneruskan apa yang hendak ia lakukan.” Mendengar alasan Abu Jahal kaum Quraisy dapat memahaminya sembari berkata “engkau telah berbuat baik, dan telah mengikat tali silaturrahim.”



Selepas peristiwa ini, beliau nabi berdiam diri selama beberapa hari, beliau juga berlalu datang dan pergi tanpa ada satupun dari orang Quraisy yang mengganggu beliau karena sungkan pada Abu Lahab, hingga pada akhirnya datanglah Utbah ibn Abi Mu’it dan Abu Jahal ibn Hisyam pada Abu Lahab dan berkata padanya dalam rangka memprovokasi “tanyakanlah pada putera saudaramu, dimanakah tempat ayahmu (diakhirat)?”.Ternyata Abu Lahab berhasil dipengaruhi oleh kedua orang tersebut, kemudian bertanya pada beliau “Wahai Muhammad dimanakah tempat Abdul Muthallib?” nabi menjawab “ia bersama kaumnya”. Mendengar jawaban nabi ia lalu kembali pada Abu Jahal dan ‘Utbah sembari berkata “aku telah bertanya padanya dan ia menjawab bahwa ayahku bersama kaumnya”. Mereka berdua menimpali “ia (Muhammad) menyangka bahwa ayahmu berada dineraka”. Mendengar hal ini tentu saja Abu Lahab naik pitam “Wahai Muhammad! Apakah Abdul Muthallib berada dineraka?”. “Ya” jawab nabi “barang siapa yang meninggal dunia dalam keadaan sebagaimana Abdul Muthallib, maka ia akan berada dineraka.” Kemudian Abu Lahab menjawab “tidak” ia tak terima akan hal ini sembari melanjutkan kata-katanya “sejak saat ini engkau telah mengikrarkan diri sebagai musuh, dan engkau telah menyangka bahwa Abdul Muthallib berada dineraka”. Abu Lahab sangat terpukul mendengar Jawaban nabi demikian pula dengan kaum Quraisy.



Ibnu Ishak menyebutkan, golongan yang telah menyakiti Rasulullah diantaranya adalah Abu Lahab, al-Hakam ibn Abi al-Ash ibn Umayyah, Uqbah ibn Abi Mu’ith dan ‘Adiy ibn al-Hamra’ dan Ibn al-Ashda’ al-Hadzaliy. Mereka semua adalah tetangga beliau, tak satupun dari mereka yang memeluk islam kecuali al-Hakam ibn Abi al-Ash. Imam Bukhari mengisahkan. Kala beliau sedang shalat di al-Hijr Uqbah ibn Abi Mu’ith tiba-tiba datang menghampiri beliau sambil meletakkan bajunya dileher beliau dan mencekik Rasulullah sekeras-kerasnya. Melihat hal ini Abu Bakar langsung memegang punggung Uqbah ibn Abi Mu’ith dan menyingkirkannya dari nabi sembari berkata “Apakah kalian akan membunuh seorang laki-laki yang mengatakan ‘tuhanku adalah Allah’ sementara ia telah membawa beberapa hujjah dari tuhan bagi kalian semua?”. _Sahabat Anas ra. menyebutkan, mereka juga memukuli beliau hingga pingsan, Sahabat Ali juga mengatakan bahwa saat itu tak ada seorangpun yang berani mendekat._ kemudian Abu Bakar menghampiri menyelamatkan Rasulullah “celakalah kalian, apakah kalian akan membunuh laki-laki yang mengatakan ‘tuhanku adalah Allah’?” mereka berkata “Siapa dia” “Abu bakar yang telah gila” sebagian dari mereka menjawab.



Imam Bukhari meriwayatkan dari Abdullah ibn Mas’ud. Ketika Nabi Muhammad Saw. sedang melaksanakan shalat, sementara orang Quraisy sedang duduk berkumpul mengambil paru-paru unta yang disembelih kemarin. Kemudian mereka  _menurut sebagian riwayat Abu jahal_  berkata “siapa yang berani mengambil paru-paru unta ini kemudian meletakkannya dipunggung Muhammad ketika ia sedang sujud?” mendengar tantangan ini Uqbah ibn Mu’ith bangkit, lalu mengambil paru-paru tersebut dan melemparkannya dipunggung beliau. Melihat hal tersebut merka serempak tertawa terbahak-bahak. Sementara nabi tak bergerak sedikitpun dari sujudnya. tak lama kemudian Fathimah datang dan segera membersihkannya dari punggung Rasulullah, sambil memanggil Uqbah.



Selepas beliau selesai dari shalatnya, lalu beliau mengangkat kepala dan memuji Allah kemudian berdoa dan menyerahkan perbuatan Abu Jahal dan orang-orang yang bersamanya kepada Allah. Dan terbukti semua orang yang telah di sebut dalam doa nabi mati dalam perang badar kecuali Umayah ibn Khalaf. Al-Bazzar dan imam Thabrani menambahkan. Selepas itu beliau keluar dari masjid. Beliau berpapasan dengan Abu al-Bukhtara yang sedang membawa cemeti ditangannya, saat itu melihat Rasulullah Saw memalingkan muka. Melihat hal ini ia bertanya pada beliau “Apa yang telah terjadi padamu?” “tinggalkanlah saya” sahut nabi. “Allah telah tahu bahwa aku tidak akan meninggalkanmu hingga engkau menjelaskan padaku apa yang telah terjadi padamu, sungguh engkau sedang ada masalah” ia memaksa. Dengan terpaksa beliau memberitahu padanya apa yang telah terjadi pada beliau “Abu jahal telah memerintahkan teman-temannya untuk menaruh kotoran padaku” mendengar hal ini Abu al-Bukhtara berkata pada beliau “Mari kita kembali ke masjid” akhirnya mereka berdua kembali masuk ke Masjid. Setibanya disana ia menghadap Abu Jahal sembari bertanya “Wahai Abu al-Hakam! Apakah engkau memerintahkan menaruh kotoran pada Muhammad” “ia” sahut Abu Jahal  seakan tak bersalah.



Tak sepatah katapun keluar dari mulut Abu al-Bukhtara, ia spontan mengangkat cambuknya dan memukul kepalanya. dan sontak saja orang Quraisy yang berada di Masjid sama bangkit melihat peristiwa ini. Kemudian terdengar Abu Jahal berteriak “Celakalah kalian! Sesungguhhnya Muhammad hanya ingin membuat permusuhan diantara kita dan menyelamatkan diri dan sahabatnya”.







PERJALANAN KE THAIF



Ada satu riwayat yang mengisahkan: Saat Abu Thalib telah wafat, kaum Quraisy mendapatkan kesempatan menyakiti nabi dengan bebas. Memang selama ini mereka tidak pernah mendapatkan kesempatan membunuh beliau pada masa hidupnya Abu Thalib. Karena itu selepas sang paman wafat, beliau pergi ke Thoif untuk mencari perlindungan dan pertolongan dari kejelekan kaumnya, dengan berharap semoga kaum Thaif menerima agama Allah yang dibawa oleh Nabi Muhammad. Beliau  pergi ke Thaif seorang diri. Perjalanan itu berlangsung pada malam hari bulan syawal tahun kesepuluh dari kenabian.



Menurut hadits yang disampaikan oleh Jabir bin Mut'im yang bersumber pada ibn Saad. bahwa Zaid bin haritsah menyertai kepergian beliau. Beliau nabi tinggal dithoif selama sepuluh hari atau  satu bulan. Tiada hentinya beliau berdakwah menyampaikan agama Allah, mengajak orang-orang Thaif memeluk islam, tapi tidak satupun yang mengikuti ajakan beliau nabi. Bahkan mereka sangat membenci berita yang disampaikan nabi. Mereka berkata "keluarlah kau dari negara kami". Mereka juga mempengaruhi orang-orang lemah dan budak mereka agar manghina nabi.



Ibnu Katsir berkata : saya mendapatkan cerita dari Yazid ibni Abu Yazid dari Muhammad ibni Ka'ab al Quradzi. Ia berkata "Nabi Muhammad saw telah sampai ke thaif dan menemui tiga orang, mereka adalah pemimpin kabilah Tsaqif dan termasuk orang mulia disana. Mereka adalah tiga saudara kandung Abu Yalil, Mas'ud dan Habib. Ketiga orang ini adalah putra Amr ibnu ‘Umair ibnu 'Auf ibnu 'Uqdah ibni Ghirah ibni 'Auf ibni Tsaqif. Menurut riwayat lain ada salah seorang wanita dari kaum Quraisy dari bani Jumah berada pada salah satu dari tiga orang diatas (seperti yang telah diriwayatkan oleh imam ibnu Katsir). Nabi menemui mereka dan mengajak mereka pada agama Allah. Beliau menyampaikan maksud kedatangannya yaitu memohon pertolongan dan bersatu untuk membendung permusuhan-permusuhan dari kaum Quraisy. namun salah satu diantara mereka berkata "saya akan merobek selambu ka'bah jika Allah mengutusamu" yang kedua meneruskan "Apakah Allah tidak bisa mengutus orang lain selain darimu?". dan orang ketiga ketigamenambahi "Demi Allah! saya tidak akan berbicara padamu, Sungguh jika kamu seorang utusan yang diutus Allah seperti yang engkau katakan, pastilah kamu lebih punya kedudukan dan kehormatan dari pada saya, dan jika kamu berbohong pada Allah maka tidaklah pantas aku berbicara padamu.”



Setelah mendapat ejekan, nabi pergi meninggalkan orang yang terbaik dari kabilah Tsaqif itu dengan perasaan putus asa. Ibnu katsir berkata : menurut keterangan yang saya peroleh, nabi berakata pada mereka "jika kalian melakukan kemauanmu maka, rahasiakanlah aku!.” Nabi tidak suka kalau sampai peristiwa ini didengar oleh kaum Quraisy, akibatnya akan menabur benih permusuhan dan perselisihan diantara mereka. Namun mereka tidak mengindahkan permintaan nya, bahkan mereka mengerahkan budak-budak dan pengikut-pengikut mereka untuk memaki nabi, dan berteriak dengan lantang hingga banyak orang-orang yang berkumpul. Kaum Thaif berderet dua barisan disepanjang jalan yang akan dilalui nabi, setiap kali nabi berjalan, mereka melempari nabi dengan batu sehingga kedua kaki nabi berdarah. Zaid ibn Haritsah melindungi nabi hingga kepalanya terluka parah akibat lemparan batu. Mereka berusaha terus mendesak nabi untuk pergi dari daerahnya, hingga nabi sampai pada dinding kebun anggur milik Utbah ibni Robia'h dan Syaibah ibni Rabi'ah yang saat itu  ada disana. Orang-orang Tsaqif yang mengikuti nabi kembali dan meninggalkan nabi ditempat itu. Nabi bermaksud untuk berteduh dibawah pohon anggur dan  duduk beristirahat, sedangkan dua putra Rabi'ah melihat beliau. Mereka tahu kejadian yang baru saja menimpa nabi, yaitu dari bagaimana kaum Tsaqif berbuat pada nabi.



Setelah nabi beristirahat dengan tenang nabi berdoa "Ya Allah, hanya kepada-Mu aku mengadukan kelemahan-kelemahanku, kekurangan siasatku dan kehinaanku di hadapan manusia. Wahai dzat yang maha pengasih diantara pengasih. Engkau adalah tuhan  yang mengasihiku, kepada siapa hendak kauserahkan diriku?, kepada orang yang jauh yang bermuka masam padaku, atau musuh yang akan menguasai urusanku?, Aku tidak perduli asalkan kau tidak murka padaku, sebab sungguh teramat luas ampunan yang Engkau limpahkan padaku. Aku berlindung dengan cahaya dzat-Mu  yang menyinari segala kegelapan, yang karenanya urusan dunia dan akhirat menjadi baik, dari turunnya murka-Mu padaku, Engkaulah yang berhak menegurku hingga Engkau ridho, tidak ada daya dan kekuatan selain dengan-Mu".



Saat Utbah dan Syaibah melihat nabi, mereka merasa kasihan dan iba, kemudian memanggil seorang budak beragama Nasrani yang bernama Adas. Dan berkata kepadanya "Ambillah satu tangkai angggur ini, letakanlah pada bejana lalu antarkan pada laki-laki itu dan persilahkanlah ia memakannya"!. Adas bergegas melaksankan perintah majikannya. Ia pergi dengan membawa setangkai anggur dan meletakkan dihadapan nabi. Adas berkata pada beliau "makanlah". Saat nabi meletakkan tanganya pada anggur itu beliau berkata "bismillah". Adas melihat wajah beliau dan berkata "demi Allah, sungguh kata-kata ini tidak pernah diucapkan oleh penduduk daerah ini" nabi berkata "dari daerah mana kamu wahai adas, dan apa agamamu?”. Adas menjawab "agamaku Nashrani, saya seorang laki-laki dari penduduk Ninawa”. nabi bekata "engkau dari daerahnya seorang laki-laki saleh yaitu Yunus bin Matta (Yohanes bin Matius)". Adas berkata pada beliau "apa yang engkau ketahui tentang Yunus Ibnu Matta?". Nabi Muhammad saw menjawab, "Yunus ibnu Matta adalah saudaraku, ia seorang nabi dan saya juga seorang nabi". Mendengar jawaban dari nabi Muhammad saw. Adas segera merangkul beliau, seraya mencium kepala, kedua  tangan dan  kedua kaki beliau.



Salah satu putra Rabi'ah berkata pada saudaranya "saya telah menyesatkan pembantumu". Saat Adas datang kepada majikannya, Majiakannya berkata kepadanya "celaka kamu wahai Adas, mengapa engkau mencium kepala laki-laki itu, kedua tangan dan kedua kakinya?”. Adas menjawab "wahai tuanku tidak ada dimuka bumi ini sesuatu yang lebih baik dari pada laki-laki itu, ia telah membetritahu padaku suatu kabar yang tidak diketahui oleh siapapun selain seorang nabi.” Majikannya berkata padanya "celaka kamu wahai Adas, jangan sampai laki-laki itu memalingkan dari agamamu, karena sesungguhnya agamamu lebih baik dari pada agamanya.” Kisah senada juga di riwayatkan dari Musa ibn ‘Uqbah.



Imam Ahmad meriwatkan dari Khalid ibni Abi Jabbal al-'Adwani, Dulu Khalid pernah melihat nabi di timur Tsaqif, ia berdiri dengan sebatang busur atau tongkat saat beliau datang kepada mereka untuk mencari pertolongan, saya mendengar beliau membaca surat at-Thariq sampai khatam. _Khalid berkisah : saya hafal pada masa Jahiliyah, saat saya masih musyrik. Kemudain saya membaca surat itu pada masa islam._kemudian kaum tsaqif memanggilku, mereka bertanya kapadaku “apa yang kau dengar dari laki-laki itu?.” kemudian saya membacakan surat at-Thariq pada mereka.  Salah seorang kaum Quraisy yang bersama mereka berkata "kami lebih tahu dengan teman kami (Muhammad saw). Seandainya kami tahu bahwa apa yang ia katakan adalah sesuatau yang hak, pasti kami mengikutinya”.



Dalam hadits Shahih Imam Muslim diriwayatkan bahwa 'Aisyah pernah bertanya pada nabi, "Apakah engkau pernah mengalami cobaan yang lebih berat daripada perang uhud?”. Nabi bersabda, "aku sudah mendapatkan apa yang pernah kudapatkan dari kaum-mu, namun yang paling berat adalah cobaan saat aku berada di 'Aqobah, saat itu aku menyeru  putera Abdu Yalil bin Abdu Kallal, tapi dia tidak menuruti apa yang aku kehendaki. akupun pergi meninggalkannya dengan perasaan sedih. Setelah tiba di Qarnu Ats-Tsa'alib, aku menengandah keatas, saat itu terdapat segumpal awan yang menaungiku, saya memandang awan itu ternyata disana terdapat Jibril, dia berseru padaku.’Sesungguhnya Allah telah mendengar perkataan kaum-mu padamu dan apa yang telah mereka lakukan padamu (mengusirmu). Allah telah mengirimkan padamu malaikat penjaga gunung agar engkau dapat menyuruhnya sekehendakmu terhadap kaum itu’. Kemudian malaikat penjaga gunung itu memanggilku dan mengucapkan salam lalu berkata padaku, ‘Wahai Muhammad, sesungguhnya Allah telah mendengar perkataan kaum-mu. Saya adalah malaikat penjaga gunung. Tuhanmu telah mengutusku padamu agar engkau bisa memerintahku sesuai dengan kehendakmu. Apakah yang engkau kehendaki?. Jika kau memerintahkan meratakan pegunungan Akhsyabain pada penduduk Thoif, maka aku akan melakukannya’". Nabi bersabda, "tidak, sebaliknya aku berharap agar Allah memberikan keturunan kepada mereka yang nantinya keturunan nya hanya menyembah pada Allah dan tidak akan menyekutukan-Nya pada suatu apapun".



Nabi merasa tenang dan tentram hatinya setelah mendapat pertolongan yang diberikan oleh Allah. Kemudian nabi meneruskan perjalanannya hingga tiba di Wadi Nakhlah. Saat disinilah nabi di datangi sekelompok atau tujuh kelompok jin daerah Nashiyyin _sebagaimana keterangan ibn Ishaq_.  mereka ingin mendengarkan bacaan al-qur'an, mereka adalah segolongan jin yang mengikuti nabi Musa as. kemudian ketika mereka mendengarkannya dengan seksama. lalu kembali kepada kaumnya seraya memberikan peringatan dan meyampaikan kepada mereka tentang Rasulullah Saw. Peristiwa ini diabadikan dalam surat al-Ahqaf ayat 29-32.



Artinya: "Dan (ingatlah) ketika Kami hadapkan serombongan jin kepadamu yang mendengarkan Al Quran, Maka tatkala mereka menghadiri pembacaan (nya) lalu mereka berkata: "Diamlah kamu (untuk mendengarkannya)". ketika pembacaan telah selesai mereka kembali kepada kaumnya (untuk) memberi peringatan. Mereka berkata: "Hai kaum Kami, Sesungguhnya Kami telah mendengarkan kitab (Al Quran) yang telah diturunkan sesudah Musa yang membenarkan Kitab-Kitab yang sebelumnya lagi memimpin kepada kebenaran dan kepada jalan yang lurus. Hai kaum Kami, terimalah (seruan) orang yang menyeru kepada Allah dan berimanlah kepada-Nya, niscaya Allah akan mengampuni dosa-dosa kamu[terhadap Allah ] dan melepaskan kamu dari azab yang pedih. Dan orang yang tidak menerima (seruan) orang yang menyeru kepada Allah Maka Dia tidak akan melepaskan diri dari azab Allah di muka bumi dan tidak ada baginya pelindung selain Allah. mereka itu dalam kesesatan yang nyata". Allah telah menceritakan tentang kisah ini lebih terperinci di dalam surat yang sesuai dengan namanya,  yaitu surat al-Jin.



Diceritakan dari sahabat ibnu Abbas bahwa, Nabi Muhammad saw bersama sahabatnya menuju pasar Ukadz. Konon menurut riwayat dikatakan bahwa bangsa jin tidak bisa mencuri berita langit, karena mereka terhalang dan telah dikirimkan semacam bola api untuk menyambar mereka ketika mereka mencuri berita langit. Sehingga jin kembali menuju kaumnya, mereka berkata, "Ada apa denganmu", jin menjawab, "Diantara kami dan berita langit telah terhalang. Telah dikirimkan beberapa bola api yang meyambar kami". mereka berkata, "Tidak ada yang menghalangi antara kalian dan berita dari langit kecuali ada sesuatu yang baru saja terjadi, maka menyebarlah keseluruh penjuru bumi, sebelah timur dan sebelah barat. lihatlah kejadian apa yang menghalangimu dari berita langit". Sekelompok jin segera pergi menyebar keseluruh pelosok bumi, mereka mencari tahu apa sebenarnya yang baru saja terjadi, sehingga berita dari langit tidak bisa mereka dengarkan. Berangkatlah sekelompok jin menuju tanah Tihamah.



Saat itu beliau nabi berada di kawasan Nakhlah yang hendak menuju pasar Ukadz. Beliau shalat subuh bersama para sahabatnya. Saat  itulah jin mendengarkan bacaan al Qur'an. mereka mendengarkan bacaan al-Qur'an dengan seksama, mereka mengatakan "Demi allah inilah sesuatu yang menghalangi semua berita langit". Kemudian jin kembali pada kaumnya dan berkata "wahai kaumku, kami telah mendengarkan al Qur'an yang sangat menakjubkan, yang menjelaskan tentang petunjuk. Maka kami beriman dengannya dan kami tidak menyekutukan siapapun dengan tuhan kami”. Allah menurunkan pada nabi al-Qur'an surat al-Jin ayat 1.



Artinya: "Katakanlah (hai Muhammad): "Telah diwahyukan kepadamu bahwasanya: telah mendengarkan sekumpulan jin (akan Al Quran), lalu mereka berkata: Sesungguhnya Kami telah mendengarkan Al Quran yang menakjubkan". Hadits ini diriwayatkan oleh Imam Bukhari, Imam Muslim, Imam Turmudzi dan Imam Nasa'i.



Juga diceritakan oleh ibnu al 'Aufi dari sahabat ibnu Abbas dengan urutan yang sama. Imam Hasan al-Bashri berkata," sesungguhnya nabi tidak mengetahui kedatangan sekelompok jin. Mereka mendengarkan bacaan beliau saat shalat. Sampai Allah menurunkan ayat tetang kedatangan mereka.



Imam ibnu Katsir mengatakan cerita ini memang benar, akan tetapi tentang jin mendengarkan dimalam itu perlu diteliti kembali, karena jin mendengarkan al-Qur'an pada awal turunnya wahyu. Seperti yang telah ditunjukkan oleh hadist yang diriwayatkan dari sahabat ibnu Abbas tadi. Dan karena beliau pergi ke Thaif setelah pamannya wafat. Hal itu terjadi sebelum hijrah kurang satu tahun atau dua tahun, seperti yang telah ditetapakan oleh ibnu ishaq dan lainya. 

MEMINTA PERLINDUNGAN DARI MUTH'IM BIN ADY



Ketika Nabi Saw telah kembali dari Thaif, tidak mungkin bagi beliau untuk masuk daerah Makkah tanpa perlindungan. Karena orang Quraisy telah tahu bahwa kepergian beliau ke Thoif dalam rangka minta bantuan. Hal ini membuat mereka semakin geram, berani, dan bengis terhadap beliau.



Untuk minta perlindungan keamanan, Nabi Saw mengutus Uraiqith  menemui al-Akhnas ibn Syarîq dalam rangka meminta perlindungan, namun ia menolak sembari berucap "tidak bisa sekutu Quraisy berlindung kepada seterunya!". Perlindungan merupakan hal yang penting bagi nabi, beliau lalu mengutus kembali Arîqoth untuk menemui Suhail ibn Umar. Namun ia juga menolak sambil berkata: "sungguh Bani 'Amr tidak bisa minta perlindungan Baniy Ka'b ibn Lu`ay." Tidak patah semangat, Uraiqith diutus kembali ketiga kalinya untuk menemui Muth'im ibn 'Adiy, agar ia dapat memberikan suaka pada beliau. Muth'im ibn 'Adiy "baiklah, katakan padanya untuk kemari!". Begitu mendengar berita baik dari Uraiqith, Rasulullah Saw Saw lantas menuju rumah Muth'im dan bermalam di sana.



Keesokan harinya, bersama Muth'im dan putra-putranya _enam atau tujuh orang_ semuanya membawa senjata Nabi Muhammad Saw. keluar menuju Masjid. Di sana Beliau dipersilahkan untuk melaksanakan Thawaf dalam perlindungan mereka.



Saat beliau Thawaf Abu Sufyân yang kala itu masih musyrik datang menghampiri muth’im, ia bertanya kepadanya "statusmu sebagai pelindung ataukah pengikutnya?" "aku hanya melindunginya." Sahut Muth'im. "dengan begitu berarti kamu tidak melanggar perjanjian kita." Abu sufyân lalu duduk bersama Muth'im menunggu Rasulullah Saw Thawaf. Setelah selesai Thawaf beliau pulang kembali ke rumah Muth'im.



Beberapa hari tinggal bersama, beliau kemudian pamit untuk hijrah ke Madinah. Tak lama setelah kergian beliau, Muth'im meninggal dunia dalam usia lebih dari Sembilan puluh tahun.Begitu besar jasa Muth'im, sehingga pada saat tawanan Badr berada di Madinah Rasulullah Saw bersabda "seandainya Muth'im masih hidup dan meminta semua tawanan, maka akan kuserahkan mereka tanpa membayar sedikitpun."










**Sumber tulisan:





Buku "Lentera Kegelapan"


Sejarah Kehidupan Nabi Muhammad Saw


Karya Legendaris Siswa Tamatan Lirboyo 2010










Post a Comment

0 Comments