F Jamhari Makruf, Cara Membendung Gerakan Ektrimisme dan Peran NU Muhammadiah

Jamhari Makruf, Cara Membendung Gerakan Ektrimisme dan Peran NU Muhammadiah


Bagaimana perkembangan ekstremisme dan intoleransi di Indonesia?

Saya kemarin telah menganalisa buku tentang Agama dan Radikalisme yang berkembang di Indonesia. Dalam artikel ini saya simpulkan bahwa kita sebenarnya bisa mendapatkan informasi penting dan menarik tentang kelompok radikal atau ekstrimis di Indonesia.

Informasi itu tentusaja dapat menjadi ketentuan untuk mengungkap karakteristik kelompok yang bermasalah dan harus ditolak.

Jika dilihat dari latar belakang pendiriannya, Jamhari (pengarang buku tersebut) menuduh bahwa kelompok-kelompok ekstremis lahir dari ketidakpuasan politik dan marginalisasi politik. Menurutnya, agama bukanlah faktor pertama ekstremisme. Meskipun pada tahap selanjutnya agama adalah faktor utama untuk melegitimasi tindakan mereka.

Jamhari juga menunjukkan, untuk konteks islam di Indonesia, munculnya FPI, MMI dan Laskar Jihad. Kelahiran kelompok ini tidak terlepas dari latar belakang politik, tetapi kemudian mereka menjadikan agama sebagai tameng.

Selain itu, faktor lain yang mendukung munculnya kelompok-kelompok ekstremisme adalah solidaritas sesama Muslim. Kelompok ini merasa tindakan mereka adalah benar bahkan dihargai dan dijanjikan surga, karena itu adalah pembalasan atas tindakan sewenang-wenang Barat orang kafir terhadap Muslim, terutama di Timur Tengah.

Jadi, tidak aneh jika setelah para ekstremisme beraksi (melakukan pemboman misalnya) muncul narasi yang serupa: para korban yang jatuh tidak sepadan dengan jumlah saudara-saudari kita yang meninggal di Timur Tengah karena agresi Barat.

Jamhari juga mencatat bahwa kelompok ekstrim / radikal sebenarnya hanyalah kelompok kecil. Mereka sebenarnya tidak memiliki banyak anggota. Mereka tampak besar dan berpengaruh karena militansi dan tindakan gencarnya yang mereka lakukan.

Suara yang sedikit tetapi keras dan keras tentu saja mencuri perhatian lebih dari mereka yang banyak tetapi berbisik dan sopan. Jamhari kemudian mengingatkan, meskipun kelompok ekstremis memiliki keanggotaan kecil tetapi menguasai teknologi (internet).

Hal itu memungkinkan mereka dengan mudah menyebarkan ide-ide mereka. Termasuk rekrutmen anggota baru yang mereka lakukan secara online. Karakteristik utama kelompok-kelompok ekstremis, menurut Jamhari, adalah penggunaan kekerasan.

Dapat dilihat misalnya antusiasme mereka dalam membubarkan dan menghancurkan tempat-tempat amoral, yang biasanya terjadi pada bulan puasa. Berdebat amar ma'ruf nahi munkar, mereka merasa mewakili penegakan hukum Tuhan dalam memberantas penyakit masyarakat.

Langkah-langkah ngawur yang mereka ambil ini dapat dibaca sebagai taktik / strategi sehingga suara mereka dapat didengar oleh publik. Efek selanjutnya adalah liputan media dan percakapan publik.

Meskipun tentusaja perbuatan mereka akan banyak dibenci dan mengutuk metode seperti itu, ada kemungkinan bahwa beberapa orang akan bersimpati dan mendukung, karena dianggap sebagai alat rekrutan dalam perjuangan untuk menegakkan agama Tuhan.

Kelompok-kelompok ekstremis juga ingin mencoba menegakkan hukum Islam di Indonesia. Mereka berpikir bahwa ada yang salah dengan demokrasi, Pancasila dan Konstitusi.

Islam bagi mereka harus dipraktekkan secara keseluruhan, termasuk dalam menjalankan pemerintahan. Semangat menegakkan hukum Islam menjadi bahan bakar yang tak habis-habisnya dalam menjalankan aksinya.

Mereka akan menjadi sangat problematis jika tindakan yang mereka ambil dikonotasikan dengan kekerasan.

Karakteristik kelompok ekstremis yang dijelaskan oleh Jamhari Makruf ini tentu bukan kesimpulan akhir, melainkan titik awal untuk memeriksa kelompok tersebut.

Namun, gerakan ekstremis biasanya selalu merujuk pada "mengundang umat Islam kembali ke ajaran Islam" atau ‘seruan’ untuk mengandalkan prinsip-prinsip fundamental Islam dalam memenuhi kebutuhan dan tantangan kontemporer".

Gerakan ekstremis juga dapat dilihat sebagai bagian dari proses negosiasi sosial dalam merumuskan tatanan sosial baru. Jamhari menutup tulisannya dengan menaruh harapan besar pada dua organisasi massa Islam terbesar di Indonesia, NU dan Muhammadiyah. Selama kedua organisasi ini masih ada, massa (umat islam) masih dapat memainkan peran mereka, gerakan ekstremis dapat dibendung. NU dengan jaringan pesantren dan ulama, Muhammadiyah dengan institusi pendidikan (dari PAUD hingga universitas) dan bisnis amal.

Post a Comment

0 Comments