F Cara Melawan Islam Radikalis di Era Digital

Cara Melawan Islam Radikalis di Era Digital

Cara Melawan Islam Radikalis di Era Digital

Sebuah fakta beberapa minggu lalu yang dibawa oleh Warga Negara Indonesia (WNI) ex simpatisan ISIS yang telah tinggal di markas ISIS di Suriah selama dua tahun dan sekarang kembali ke Indonesia setelah berhasil melarikan diri. Mereka berjumlah 18 orang.

Bagaimana mereka awalnya begitu percaya pada ISIS sampai mereka ingin pindah ke Suriah untuk menjadi "warga negara" ISIS? Seperti yang diceritakan oleh Nurshadrina Khaira Dhania dan Lasmiati, sekali lagi melalui tipuan dalam bentuk propaganda dan "janji manis" ISIS yang mereka peroleh dari internet: kehidupan yang ideal di bawah konsep negara khilafah yang dipimpin oleh Abu Bakar Al Baghdadi. "Propaganda mereka begitu terlihat baik, indah, hidup nyaman di sana damai penuh keadilan. Jadi mereka telah dibutakan. Seperti berita buruk yang dikabarkan diantara mereka menghilang," kata Nurshadrina dalam episode talkshow "Rosi" Pengakuan exAnggota ISIS di Kompas TV .

Internet memang merupakan salah satu cara paling efektif untuk menyebarkan pengaruh dan perekrutan anggota ISIS, sehingga mereka memiliki "kekuatan khusus" untuk dunia virtual. Oleh karena itu, jalur digital ini memerlukan perhatian khusus dari pemerintah dan organisasi masyarakat atau siapa pun yang peduli tentang masa depan Islam di tengah ancaman pembajakan dari ISIS dan gerakan radikalisme berbasis digital lainnya yang telah begitu masif dari teks, gambar, hingga audio - video.

Tentu saja, langkah pencegahan tidak hanya dapat dilakukan dengan memblokir kanal radikal, baik dari ISIS dan lainnya. Sebab, di ranah digital, saluran seperti itu mudah dibuat dan lagi sangat efektif menyebarkan propaganda radikal. Jadi, yang diperlukan adalah pertama, munculkan saluran saingan yang harus menentang narasi propaganda radikal dengan konten deradikalisasi, khususnya membongkar tipuan ISIS yang sering menyebar ke berbagai dunia sebagai bagian utama dari gerakan propaganda radikalisme.

Kedua, kanal harus dibuat berisi konten yang menjelaskan Islam yang benar, yaitu Islam moderat, toleransi, dan berbasis rahmat dan berorientasi. Sebab, tidak sedikit umat Islam yang menganggap Islam moderat sebagai bentuk Islam monoton. Bahkan mempertimbangkan gaya Islam seperti itu dengan konotasi negatif, yaitu Islam permisif. Faktanya, Islam adalah agama rahmat: moderat, toleran, damai, dan penuh cinta. Jika itu bukan rahmat, maka itu pasti bukan Islam.

Juga penting sebagai catatan dalam kaitannya dengan deradikalisasi di dunia digital adalah pentingnya kreativitas. Karena, tentu saja ranah digital memiliki karakter tersendiri berdasarkan generasi muda (milenial), yang gemar akan sesuatu dengan kemasan yang menarik, yang harus muncul dari kreativitas yang tinggi.

Oleh karena itu, konten Islami yang sejati perlu dikemas dalam kemasan milenial dan inovatif melalui berbagai gaya: teks, gambar, aplikasi, audio-video, dll., Yang dapat membuat orang-orang muda menikmati dan akhirnya menemukan kebenaran Islam tentang hal itu.

Konsentrasi di ranah digital itu penting karena memang pada dasarnya anak muda di era ini menyukai kreativitas. Dan, memang anak muda adalah salah satu objek propaganda ISIS dan gerakan radikal lainnya. Kurangnya pengetahuan dan pengalaman tentu membuat orang muda akan begitu mudah untuk dituntun ke dalam gerakan radikal tertentu.

Selain itu, seperti yang ditulis oleh Azyumardi Azra di Republika Resonance pada bulan April, radikalisasi yang terjadi pada orang muda melalui media digital menyebabkan proses radikalisasi itu sendiri (radikalisasi diri) yang jauh lebih sulit diantisipasi dan dibendung. Radikalisasi diri dapat terjadi di mana saja. Tidak hanya di negara-negara Muslim, tetapi juga di negara-negara Eropa. Oleh karena itu, tidak ada cara lain untuk menahannya kecuali dengan memerangi narasi radikal berbasis digital dengan narasi deradikalisasi berbasis digital juga.

Penting bagi pemerintah untuk mengundang dan melibatkan berbagai pihak (masyarakat sipil), terutama dua organisasi Islam terbesar di Indonesia: Nahdlatul Ulama (NU) dan Muhammadiyah. Karena, selain mereka yang mampu menjadikan narasi deradikalisasi sebagai counter terhadap narasi radikal ISIS.

Post a Comment

0 Comments