Kedekatan Prabowo-Sandi dengan kelompok-kelompok Islam garis keras telah dibantah oleh Prabowo yang mengaku setia kepada Pancasila dan NKRI. Namun, jejak digital bendera tauhid yang identik dengan HTI dalam acara yang dihadiri Prabowo di GBK tidak mudah disingkirkan.
Hashim Djojohadikusumo mengakui bahwa Prabowo-Sandi telah menerima dukungan dari FPI dan HTI, meskipun simpatisan dari cucu PKI juga diterima oleh Prabowo.
Seolah ingin menghapus citra kedekatan Prabowo-Sandi dengan bendera serupa yang dimiliki HTI, Sandiaga Uno viral mengangkat bendera NU, sebuah organisasi Islam gigih yang menentang radikalisme gerakan Islam di Indonesia.
Sandi mengklaim bahwa ia adalah warga NU dan memiliki KartaNU, kartu anggota NU. Tindakan calon wakil presiden 02 dalam kampanye di Lumajang menuai protes dan kritik dari pemerintah NU Jawa Timur karena tidak biasa bendera NU dilakukan dalam acara kampanye.
Sebelum kejadian itu ada beberapa gesekan politik antara pendukung Prabowo-Sandi dan warga NU, termasuk:
-Bisyaroh (sejenis Angpao) yang diberikan oleh Luhut Binsar Pandjaitan ketika dia melihat Kyai Zubair Muntasor di Bangkalan yang sedang sakit. Luhut mengatakan bahwa itu adalah kebiasaan yang telah ia lakukan sejak 1995, sebuah pertemuan di pesantren Islam.
-Bisyaroh untuk Kyai Muntasor adalah balasan karena sebelumnya Luhut diberi tanda mata berupa batik dan batu akik. Advocat Cinta Tanah Air, ACTA melaporkannya sebagai money politic ke Bawaslu. Bisyaroh dalam budaya tradisional Muslim seperti NU adalah hal biasa, misalnya dari orang tua siswa dan alumni, atau dari warga yang bersekolah di pesantren tersebut.
- Penghadangan Kyai Ma'ruf Amin oleh massa pro Prabowo-Sandi ketika KMA hendak berziarah ke makam leluhur mereka di Pamekasan, Madura. Karena tindakan ini, KMA akhirnya membatalkan acara.
- Berziarah ke kuburan orang tua, sesepuh, atau ulama, bagi warga NU adalah tradisi yang telah mengakar kuat. Menghadang atau menghalangi sosok kyai sepuh adalah tindakan yang bertentangan dengan nilai-nilai NU tradisional.
-Puisi Fadli Zon yang menyindir doa Kyai Maimoen Zubair selama kunjungan Jokowi ke sekolah asrama yang dipimpinnya. Pilihan kata yang digunakan dianggap tidak memiliki peradaban dan sopan santung sehingga kritik bahkan demonstrasi warga NU berlangsung cukup intens menuntut Fadli Zon untuk meminta maaf.
- Momen ziarah Sandiaga Uno yang videonya viral karena menginjak makam pendiri NU meskipun Sandi baru saja menabur bunga di makam makam di depannya.
Itu adalah serangkaian "dosa" atau daftar hitam yang melukai hati orang-orang NU. Meskipun NU membebaskan warga Nahdliyin untuk bebas memilih, tetapi apa yang telah dilakukan Prabowo-Sandi dengan para pendukungnya membuat warga NU semakin menjauh.
Sikap Jokowi Dalam menghormati warga NU, kyai dan Nahdliyin
Ketika Jokowi menjanjikan 22 Oktober sebagai Hari Santri dalam Pemilihan Presiden 2014, banyak pihak menganggapnya sebagai janji politisi. Bahkan Fahri Hamzah berkomentar tentang apa yang telah dilakukan Jokowi sebagai kelakuan orang sinting. Tetapi Jokowi memahami dengan baik nilai historis Hari Santri dan pentingnya bagi kehidupan bangsa.
22 Oktober 1945 atau dua bulan setelah Proklamasi Kemerdekaan, K.H. Hasjim Asy'arie menyerukan Resolusi Jihad melawan pasukan Sekutu yang akan kembali menjajah Indonesia. Kyai Hasjim Asy'arie adalah pahlawan nasional dan pendiri Nahdlatul Ulama. Puncak perlawanan jihad Islam terjadi pada 10 November 1945 di Surabaya, yang kemudian dikenal sebagai Hari Pahlawan.
Setelah menjadi presiden, Jokowi menepati janjinya untuk meresmikan Hari Santri pada 22 Oktober. Hubungan yang baik dengan lembaga pendidikan Islam tradisional terus dipertahankan Jokowi secara konsisten. Jokowi rajin mengunjungi pondok pesantren atau hadir sebagai undangan untuk acara yang diselenggarakan oleh warga Nahdliyin.
Puncak kedekatan Jokowi dengan warga NU adalah ketika keputusannya untuk memilih pendamping dalam menghadapi Pemilihan Presiden 2019. Calon wakilnya berwalan huruf "M" sebagai pedoman nama diprediksi oleh pengamat sebagai Muhaimin Iskandar atau Mahfudz MD awalnya diperkuat pada nama kedua hingga detik-detik terakhir. Pilihan Jokowi sebenarnya tidak terduga: K. H Ma'ruf Amin yang kemudian malah diangkat sebagai wakil presiden untuk melanjutkan pemerintahannya di periode kedua.
K. H. Ma'ruf Amin mengatakan bahwa konsistensi Jokowi dalam membangun hubungan baik dengan ulama bertentangan dengan sikap politisi ‘sebelah’ yang sering menganggap ulama sebagai "daun salam" dalam memasak. Hanya aroma yang diambil, tetapi ketika hidangan dimasak, daun salam kemudian dibuang. Inilah yang membedakan Jokowi dari kebanyakan politisi lainnya.
Tidak hanya dekat dengan ulama dan cendekiawan muslim, Jokowi juga seorang Muslim yang baik. Kesaksian dari orang-orang yang telah berinteraksi dengan mantan walikota Solo ini mengungkapkan bahwa Islamnya Jokowi tidak hanya di luar, tetapi telah menjadi kebiasaan sehari-hari. Seperti yang dibeberkan banyak oleh Ust Yusuf Mansur.
Itulah cara Jokowi mengambil hati orang-orang NU, sederhana tetapi sulit ditiru oleh para penantangnya.
0 Comments