F Cak Nun Seorang Kebathinan Tapi Bukan Dukun

Cak Nun Seorang Kebathinan Tapi Bukan Dukun


Berbicara soal Cak Nun memang tidak ada habisnya, Sebagian memanggilnya Kiai, Ustadz, walaupun ada juga yang memanggilnya Intelektualis, bahkan lebih ektrim lagi dianggap Profesor, Dokter. Di beberapa daerah, Cak Nun dianggap Budayawan, Kadang dikategorikan Seniman. Rada bingung memang menilai sosok multitalenta ini, dia bisa masuk sakarepnya sendiri, kadang dibelakang panggung Politik, kadang ada dibarisan paling depan. Satu hal yang istimewa dari Cak Nun adalah omongannya selalu didengar orang.

Bagi saya ini keistimewaan yang luarbiasa, jika berbicara politik dihadapan para politikus, semua orang akan tercengang karena kadang banyak bukti dikemudian hari yang terselubung dan mendadak muncul sesuai omongannya. Di Banten, ada seorang Kiai yang memiliki ribuan jamaah pengajian, kadang suka berbicara politik, saya pernah mengamati omongannya, bahwa Jokowi antek Amerika, lalu saya mencari fakta dan data mengenai kebenaran tersebut ternyata tidak sinkron dengan yang diucapkan.

Sedangkan Cak Nun, hanya berbicara sedikit saja, tidak kemana-mana tapi membuka wawasan baru terutama tentang kevalidan data, seperti ungkapannya, "yang berkuasa bukan Jokowi atau Megawati, tapi orang-orang yang namanya tidak pernah ada di Koran" Omongan ini lalu diarahkan para pakar politik pada Taipan China. Fakta dan data memang mengarah kesana, bukan ke Amerika. Contoh jelasnya tentang keberanian Jokowi yang menggandeng Ahok. Kemudian kasus pembelian Bus Transjakarta, Kenapa malah membeli Bus rongsokan berkarat ke Perusahaan China?, Kenapa tidak Impor dari Eropa atau Jerman, minimal Jepang yang secara Branding mempunyai kualitas teknologi nomor satu?. ini pertanyaan yang tidak perlu dijawab sebenarnya, tapi fakta dan data diatas tentusaja mengarah kepada omongan Cak Nun bahwa dibalik Jokowi sebenarnya ada pengusaha-pengusaha Tiongkok, orang-orang yang namanya tidak pernah masuk ke Koran Nasional.

Sudah? Belum, masih ada Proyek Kereta Cepat Listrik Jakarta-Bandung yang lagi-lagi dilempar ke Perusahaan China, bukan Jepang. Kalau dipikir menggunakan logika sehat, dari orang tua sampai anak ingusan, bila ditanya Kereta Listrik terbaik di dunia pasti jawabannya ada di Jepang, kenapa Indonesia malah menyerahkan tanggungjawab projek ini ke China? Dan apakah anda mengira Jokowi hebat bisa membangun puluhan insfratuktur di indonesia dengan waktu singkat, dana tak terbatas, membangun puluhan ribu Kilometer Jalan baru dari Sabang ke Merauke, Pelabuhan baru, Bandara baru, Listrik Terbarukan Dan lain-lainnya tanpa ada campur tangan pengusaha China?

Dalam kapasitas informasi di bidang Politik saja, jika membandingkan Kiai di Banten yang tidak bisa saya sebutkan tadi, dengan ucapan singkat Cak Nun, jelas Informasi Cak Nun bagi saya lebih tajam dan jernih, ditambah lagi adanya puluhan data dan fakta yang berjubel di berbagai media di Indonesia yang mengarah kepada Jokowi, pada dasarnya Jokowi memang lebih condong ke China ketimbang Amerika. Meskipun Cak Nun dianggap Kiai atau Ustadz oleh sebagian kalangan, bagi saya pribadi Cak Nun tak lebih bersifat kebathinan, meskipun dalam konteks ini saya tidak bisa mengkategorikan dirinya sebagai seorang dukun.

Di Kampung saya, ada orang tua, bukan Kiai bukan Ustadz, kalau ada orang kesurupan dia hanya menempelkan telapaktangannya dengan membaca "Bismilahirokman Nirrokim", secara Tajwid, jika dianalisa menggunakan terminologi gramatika arab manapun, tidak ada yang membenarkan bacaan "hirokman" menggunakan huruf Kaf, bukan huruf Ha, tapi kenyataanya malah orang terkena penyakit sedemikian beratpun jika bertemu orangtua tadi, ya Sembuh juga. Ini saya sebut kebathinan, ucapannya jarang menggunakan Al Quran dan Hadits, jarang bersinggungan dengan dalil-dalil arab tapi memiliki kedalaman makna dan magis yang luarbiasa.

Cak Nun dimata saya tak lebih dari orangtua yang mempunyai kebathinan jiwa dengan ucapan magis sarat makna, kekaguman saya kepada Cak Nun seperti kekaguman seorang penonton sepakbola yang menikmati detail pertandingan sampai injury time dan mengucap "Hore" saat Pavel Nedved menjebol gawang AC Milan, atau sekedar menikmati keindahan irama Open Your Eyes -nya Alter Bridge di malam-malam penuh kegalauan. Tentu bila dikaitkan dengan Thoriqoh dan suluk nya para Sufi, Cak Nun belum bisa sejajar dengan Syaikhina Al Habib Luthfi, meskipun dalam beberapa kasus, seorang Gus Dur yang terkenal kewaliannya pada suatu kesempatan begitu manut kepada Cak Nun saat dibujuk untuk segera kembali ke Ciganjur. (*)

Post a Comment

0 Comments